Breaking News

SOSOK Angelo Wake Kako, Meniti Visi Menuju ‘Denyut Perubahan Daerah’ 19 Nov 2018 10:54

Article image
Angelius Wake Kako (AWK), Calon DPD RI Dapil NTT (Foto: Dok. Tim)
Politik sejatinya menjadi cerminan keberpihakan, solidaritas, komitmen dan terutama panggilan hati nurani. Maka, substansi politik harus melampaui sekat identitas, Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA), bahkan status sosial.

PADA beranda senja yang tidak biasa, sebuah kesempatan datang dengan bisikan sedikit menggurui; ‘anak muda, temukan keheningan di tengah gemuruh kereta ibukota, di sana mazmur malam teduhkan jiwa kelana mata batinmu.’

Gemuruh kereta senja ibukota bersitkan inspirasi aspiratif. Jiwa kelana mulai temukan muara berteduh di pojok terpencil Rawasari. Bermodalkan kesetiaan penjaga warung kopi, jamuan santun pemilik rumah bambu dan sambutan hangat warga sekitar, inspirasi aspiratif pun bermula dengan silang-selisih meramu argumentasi.

Idealisme tidak berjalan sendirian. Ia tidak terkurung dalam ruang kerdil dan eksklusif, namun inklusif dan kaya oleh perbedaan. Dengannya, serpihan patah silang pendapat menjadi kekuatan kolektif selama ‘proses menjadi’ menuju titik simpul tujuan.    

Alhasil, sebuah karya perdana Angelius Wake Kako berhasil terbit di musim semi menjelang bulan purnama.

Karya perdana dalam bentuk Buku dengan judul “Bersatu, Lawan, Menang, Jalan Pembebasan Indonesia” menjadi pelecut aspirasi bagi pria yang akrab disapa Angelo ini untuk mengajak generasi muda bangsa agar tetap menjunjung tinggi idealisme guna merintis jalan perubahan.

“Generasi muda harus memiliki idealisme sebagai visi diri mencetus perubahan. Idealisme tidak dapat dikekang dengan cara dan atas kepentingan apapun, sehingga visi tentang perubahan dapat terwujud melalui misi yang nyata. Dengannya, Idealisme dapat menjembatani kebebasan setiap warga bangsa,” ungkap alumni Universitas Flores (Unflor) Ende ini pada suatu kesempatan launching dan Bedah Buku hasil karyanya tersebut.

Politik Keberpihakan

Mencermati dinamika politik dan iklim demokrasi dalam negeri yang cenderung ‘tidak ramah’, tentu tidak lantas menyurutkan antusiasme generasi muda untuk terlibat dan mengambil peran dalam dunia politik praktis.

Tergerak oleh catatan sejarah perjuangan dan idealisme kaum muda sebelum dan sesudah kemerdekaan,  Angelo yang sewaktu menjabat sebagai Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI menunjukkan kontribusi riil bersama mahasiswa Katolik Dunia (IMCS) dalam misi kemanusiaan di Flores, NTT ini, meyakinkan generasi muda untuk tidak ‘alegri’ dengan politik.

“Ketika politik tidak semata dilihat sebagai tujuan merebut kekuasaan, maka ada esensi luhur yang terkandung di dalamnya. Politik sejatinya menjadi cerminan keberpihakan, solidaritas, komitmen dan terutama panggilan hati nurani. Dengan demikian, substansi politik harus melampaui sekat identitas, Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA), bahkan status sosial. Dimensi politik menegaskan kebebasan, idealisme dan integritas,” tandas Alumni Pasca Sarjana Ilmu Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia (UI) ini.

Berbekal komitmen gigih dan pengalaman loyalitas terhadap perhimpunan dengan ditopang konsolidasi lintas-organisasi Cipayung Plus, pilihan dan panggilan untuk terjun ke dalam politik praktis menjadi lecutan antusiasme dan optimisme.

“Politik keberpihakan menjadi spirit panggilan saya ketika memilih terjun ke dunia politik praktis. Saya percaya, iklim demokrasi selalu pada jalur transformatif sehingga mampu menciptakan kultur politik yang bermartabat, beradab, demokratis serta mencerdaskan. Realita di daerah menggugah saya untuk berani menentukan pilihan dan sikap politik, jauh dari tendensi pragmatis. Sebagai anak kampung yang terus belajar mengasah idealisme, pelbagai realita di daerah telah mendidik karakter dan jati diri untuk peka melihat situasi konkrit,” ungkap Angelo yang pernah merasakan pengalaman pahit menjadi penjual Koran, buruh mente, hingga tukang ojek, sewaktu masih berusia remaja ini.

‘Denyut Perubahan Daerah’

Di tengah hangatnya suhu kompetisi yang mewarnai pesta demokrasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, bersamaan dengan hajatan pemilihan legislatif (pileg) 2019 mendatang, Angelo menyadari betapa tak mudahnya jalan yang mesti dilalui.

Proses selama berorganisasi yang sekian tahun telah membentuk karakter militan dan pribadi yang tangguh, meyakinkan pilihannya untuk terus melangkah maju pada jalan panggilannya. Angelo yakin, karena komitmen pilihan politiknya berangkat dari panggilan hati nurani, Ia tidak berjalan sendirian. Perjuangannya yang tulus harus dimulai dengan ‘turun gunung’ ke kampung-kampung bersama tim, memohon dukungan dan restu dari kampung ke kampung, desa ke desa, kota ke kota sambil mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari masyarakat Nusa Tenggara Timur, sebagai syarat dukungan menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sesuai ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Saya sungguh mengalami dan menikmati setiap proses yang dilalui. Sejak pengumpulan KTP, proses verifikasi faktual oleh KPU Provinsi NTT hingga akhirnya resmi ditetapkan sebagai calon DPD daerah pemilihan (dapil) NTT oleh KPU. Saya menyadari, semuanya berkat kerja keras dan terutama dukungan masyarakat NTT yang berani menitipkan amanah kepada generasi yang merindukan perubahan nyata,” kesan buah hati dari Bapak Aloysius Waka dan Ibu Katarina Seku ini.

Sebagai anak muda yang sedang merintis misi menuju “Denyut Perubahan Daerah”, tak lupa Angelo menggengam wejangan dan kritik para tokoh dan sesepuh sebagi pelecut spirit untuk tetap tegar melangkah maju di medan persaingan.

“Anak muda, tunjukan identitas dirimu sebagai patriot Gereja dan Tanah Air. Ajaklah sebanyak mungkin generasi agar tidak alpa belajar nilai-nilai hidup. Kelak, nilai itulah yang menuntun dirimu agar tidak jatuh pada kegagalan yang sama. Percayalah, Nilai diri yang tangguh akan menuntunmu pada pilihan hidup yang sulit, rebutlah sejauh itu pilihan,” demikian wejangan salah satu tokoh nasional, Gories Mere, meyakinkan Angelo pada sebuah pertemuan.

Kini, spirit mengabdi demi perubahan daerah lahir karena panggilan hati nurani untuk berpihak dan bersolider. Baginya, pilihan politik tidak dengan tendensi mengejar popularitas diri atau hanya berorientasi merebut kursi kekuasaan semata.

“Saya bersyukur dapat mengalami pengalaman hidup di tengah realitas kesenjangan baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur dan akses pelayanan publik. Lembaga DPD memiliki ruang strategis guna mengangkat kepentingan daerah NTT di tingkat nasional dengan mengoptimalkan kewenangan dan fungsi yang dimiliki sebagai penyeimbang ruang parlemen dalam sistem ketatanegaraan. Kepentingan daerah bisa terwakilkan secara mutlak melalui lembaga ini. Artinya, DPD merupakan denyut perubahan daerah,” kata Angelo yang mendapat nomor urut 25.

Kini, dengan cinta paling sederhana guna mewujudkan visi menuju perubahan bagi daerah NTT, Angelo butuh keikhlasan nurani rakyat NTT agar secara demokratis tanpa manipulasi, dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilu bulan April 2019 mendatang.

“Mohon dukungan segenap masyarakat NTT, mari merajut misi perubahan untuk daerah NTT tercinta. Sebagai generasi muda, saya siap mengemban aspirasi masyarakat NTT untuk perubahan daerah, jika pada April 2019 mendatang saya diberi amanat dengan mencoblos nomor 25, Angelius Wake Kako,” ajak Angelo.

Perubahan tak bisa ditunda.! Saatnya generasi mendulang aspirasi, “tidak untuk menjadi yang terbaik, tetapi mengurangi yang terburuk.” Saatnya bergerak bersama AWK#25, merajut spirit misi bersama Angelo, menuju Denyut Perubahan Daerah.

--- Guche Montero

Komentar