Breaking News

REFLEKSI Atasi Masalah Pribadi Dengan Bijak 03 Feb 2020 10:57

Article image
Ilustrasi. (Foto: Psychology Today)
Secara psikologis, kematangan pribadi seseorang antara lain dapat tercermin pada cara menangani masalah.

Oleh Valens Daki-Soo

 

 

"Face your problems.

Don't Facebook them."

HADAPI masalah-masalah Anda.

Jangan siarkan itu di Facebook.

Bagi yang sedang bermasalah, tetaplah kuat dan bersemangat. Seandainya dulu jadi imam Katolik, saya pakai motto tahbisan ini: "Omnia possum in Eo qui me confortat." (Segalanya dapat kutanggung dalam Dia yang menguatkan aku). Namun, meski tidak jadi imam pun, saya tetap berpegang pada ucapan  Santo Paulus itu.

Saya suka nasihat bijak di atas yang melintas lewat sebuah akun Twitter: "Face your problems. Do not Facebook them." Kerap kita tidak bisa membedakan persoalan pribadi dengan masalah publik. Kalau Anda tersandung jatuh karena jalan yang berlubang di kota Anda, itu bukan merupakan "soal pribadi" tetapi masuk urusan umum yang perlu perhatian pihak yang berwenang. Jadi, boleh saja Anda unggah foto jalan itu di medsos agar Dinas PU di kota/daerah Anda memperhatikannya.

Jika Anda merasa buntu karena saldo menipis di ATM Anda, itu murni masalah pribadi Anda, bukan masalah pihak bank dan bukan urusan publik. Jadi terasa lucu dan tidak tepat jika Anda menuangkan kegundahan via status Facebook, "Pusing. Kenapa uangku begitu cepat habis?"

Mungkin saja Anda berhak mengunggah apa saja termasuk masalah semacam ini di medsos, namun terasa tidak elok dan kurang pantas. Bagaimanapun, Anda perlu dan berhak melindungi urusan pribadi Anda dari pengetahuan publik. Urusan privat atau "privacy" tidak patut dikumandangkan ke dunia sekitar Anda.

Secara psikologis, kematangan pribadi seseorang antara lain dapat tercermin pada cara menangani masalah. Pribadi yang dewasa menghadapi dan mengatasi masalah secara dewasa pula. Janganlah seorang dewasa memecahkan masalah dengan cara anak-anak. Jika lapar atau sakit, seorang anak menangis sehingga dunia sekitarnya tahu bahwa sang anak sedang 'bermasalah'. Tentu, tidak wajar jika orang dewasa memakai cara bertindak anak-anak.

Dalam kenyataan, dan itu kita bisa temukan setiap saat di medsos, ada orang-orang yang meluapkan emosi pribadinya di depan publik. Kemarahan kepada tetangga, misalnya, tidak bisa diolah secara batin lalu disemburkan di medsos. Rasa cemburu atau iri hati tak mampu dikuasai sehingga merongrong kekuatan mental. Medsos menjadi ajang untuk melampiaskan emosi negatif.

Perlu dibedakan "kejujuran" dengan kenaifan. Kita perlu dan mesti jujur, namun jangan naif. Juga tidak berarti munafik kalau kita membungkus masalah pribadi untuk diri kita sendiri. Masalah pribadi cukuplah dibagikan kepada sahabat dekat atau orang yang dipercayai. Bila perlu, jika terasa sangat berat, Anda bisa berkonsultasi dengan psikolog atau konselor. Hampir tidak ada gunanya jika Anda mengeluhkan masalah pribadi di medsos. Mungkin ada yang tampak bersimpati, namun lebih banyak yang tidak peduli, bahkan mungkin menertawakan Anda.

"Life without problems is not a real life." Hidup tanpa masalah bukanlah kehidupan yang nyata. Tempat tidak ada lagi masalah hanya di kuburan. Selama masih bernapas dan hidup di dunia fana ini masalah akan selalu ada. Namun, kita diberi akal budi dan suara hati untuk menghadapi dan mengatasi masalah apapun dengan sikap dan cara bertindak yang cerdas dan bijak.

Manusia yang berwatak pemberani pasti siap menghadapi masalah apa saja. Hanya para pengecut yang melarikan diri dari masalah. Jika tidak mampu menghadapi suatu masalah sendirian, Anda bisa menggandeng kekuatan dari/dengan orang tercinta, atau sahabat dekat dan penasihat profesional seperti disinggung di atas. Lebih daripada itu, kita bersyukur karena bisa menimba energi dari Daya Ilahi, Tuhan Maha Pengasih.

Manusia justru tumbuh dan menjadi kuat karena ditempa dalam masalah. Disadari atau tidak, kekuatan mental-psikologis kita menjadi makin prima saat dibenturkan dengan aneka ujian kehidupan termasuk berupa masalah. Kesakitan dan penderitaan mungkin terasa menyiksa, namun sesungguhnya hal itu membangkitkan kekuatan jiwa yang mungkin "tertidur".

Bukan sekadar ungkapan hampa, kalau saya sering menyarankan tetaplah berpikir positif dan bersyukur dalam segala keadaan termasuk ketika menghadapi masalah. Secara personal saya juga kerap menghadapi masalah, namun selalu bisa dilewati dan diatasi dengan sikap mental positif. Semakin besar masalah, semakin saya menundukkan kepala dalam sujud kepada Tuhan. 

Dalam masalah apapun, saya tetap mencari alasan untuk bersyukur, melihat hal-hal yang menjadi pemicu sukacita. Semakin pola ini dibiasakan, semakin enteng pula kita menghadapi dan memecahkan persoalam apapun dalam hidup ini.

Bagi yang sedang bermasalah, tetaplah kuat dan bersemangat. Seandainya dulu jadi imam Katolik, saya pakai motto tahbisan ini: "Omnia possum in Eo qui me confortat." (Segalanya dapat kutanggung dalam Dia yang menguatkan aku). Namun, meski tidak jadi imam pun, saya tetap berpegang pada ucapan  Santo Paulus itu: Segalanya mungkin dalam Dia yang meneguhkan aku.

Anda (menjadi) pribadi hebat dan kuat karena diuji dan ditempa aneka ujian.

 

Penulis adalah peminat filsafat-teologi, CEO VDS Group, Pendiri/Pemimpin Umum IndonesiaSatu.co

 

Komentar