Breaking News

HUKUM Banyak Kejanggalan, Dakwaan Ardi Sedaka Harus Batal Demi Hukum 26 Aug 2020 11:55

Article image
Kuasa Hukum Ardo Sedaka saat membacakan pledoi pada Selasa malam, 25 Agustus 2020. (Foto: ist)
"Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan 'Batal Demi Hukum' karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran KUHAP maupun HAM yang telah terjadi dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan..."

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Penasihat Hukum terdakwa Ardi Sedaka, Didit Wijayanto, SE, SH, MH dalam menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus kredit macet PermataBank yang menyeret sejumlah bankirnya, terutama Ardi Sedaka, Batal Demi Hukum. 

Hal itu ditegaskan Didit dalam pledoi yang disampaikan pada persidangan Selasa, 25 Agustus 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Didit pun menegaskan beberapa hal yang vital, terkait dengan banyaknya kejanggalan dan adanya dugaan kriminalisasi terhadap kasus ini.

"Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan 'Batal Demi Hukum' karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran KUHAP maupun HAM yang telah terjadi dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan, selain juga terdapat cacat formil dalam Surat Dakwaan yaitu dengan mencantumkan peraturan perundang-undangan yang ternyata sudah daluarsa dan telah dinyatakan tidak berlaku lagi," tegas Didit Wijayanto melali siaran pers, Rabu (26/8/2020).

Dalam persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/8/2020), Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut delapan terdakwa kasus dugaan kredit fiktif Bank Permata dengan hukuman masing-masing 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar,

JPU Bobby M mengatakan, pihaknya menuntut terdakwa Ardi Sedaka, Denis Dominanto, Eko Wilianto, Muhammad Alfian Syah, Yessy Mariana, Henry Hardijaya, Liliana Zakaria, dan Tjong Chandra dengan hukuman 5 tahun penjara karena secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 49 ayat 2 b Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.

Selain itu, Pledoi Penasihat Hukum juga mengingatkan kembali beberapa hal antara lain, bahwa Penyidik telah berperan ganda menjadi "Saksi Pelapor" dan hal tersebut bertentangan dengan pasal 26 jo pasal 27 jo pasal 185 KUHAP, dan yang merupakan suatu tindakan yang disebut "abuse of power."

Didit juga menyebutkan bahwa ternyata para Saksi menyatakan tidak memahami mengenai pasal-pasal yang disangkakan, tidak mengetahui siapa pelaku (tersangka), tidak memahami perbuatan pidana apa yang dilanggar, dan bahkan tidak memahami mengapa dirinya diminta keterangan sebagai saksi.

"Sesuai dengan keterangan berbagai Ahli yang dihadirkan dalam persidangan, maka disimpulkan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah tidak melaksanakan tugasnya secara benar, tidak profesional, tidak cermat, tidak teliti dan menimbulkan cacat formiil sehingga dakwaan harus dinyatakan Batal Demi Hukum," jelas Didit.

Beberapa saksi dimaksud antara lain keterangan Ahli Pidana Dr. Chaerul Huda SH MH; Keterangan Ahli Hukum Pidana Hendra Ruhendra SH MM; Keterangan Ahli Hukum Pidana Dr. Eva Achjani Zulfa SH MH; Keterangan Ahli Hukum Pidana Dr. Dian Andriaean Daeng Tawang SH MH; Keterangan Ahli Hukum Abdul Wahid Oscar SH MH.

Selain itu, lanjut Didit, ternyata seluruh dokumen yang disita dan dihadirkan dipersidangan hanya berupa fotokopi saja, sehingga jelas tidak memiliki nilai pembuktian dalam perkara tipibank, dan tidak dapat digunakan sebagai "Barang Bukti" untuk menghukum terdakwa Ardi Sedaka.

--- Sandy Javia

Komentar