Breaking News

HUKUM Buntut Penghentian Penyidikan oleh Polda NTT, TPDI: Ambiguitas Visum Et Repertum Forensik Polri Mengaburkan Sebab Kematian Ansel Wora 23 Feb 2020 08:55

Article image
Koordinator TPDI dan Advokat PERADI, Petrus Selestinus. (Foto: Dok. PS)
"Artinya, Ekshumasi dan Otopsi jenazah Anselmus Wora tidak bertujuan untuk mengungkap kebenaran materil tentang sebab-sebab kematian korban, melainkan hanya untuk kepentingan lain di luar kepentingan penegakan hukum," sorot Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kembali menyoroti penegakan hukum lingkup Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) terhadap kasus kematian ASN Dishub Ende, Anselmus Wora yang ditemukan meninggal secara tidak wajar di Dusun Ekoreko, Desa Rorurangga, Kecamatan Pulau Ende, Kabupaten Ende pada 31 Oktober 2019 lalu.

Koordinator TPDI, Petrus Selestinus dalam rilis kepada media ini, Sabtu (22/2/20), menyatakan bahwa sorotan tersebut diutarakan sebagai bentuk keprihatinan terhadap aspek keadilan dari ambiguitas penegakan hukum usai  

Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT, pada Jumat (21/2/20) mengumumkan Penghentian Penanganan kasus dugaan pembunuhan Ansel Wora sekaligus pengumuman hasil otopsi sebagaimana tertuang di dalam Visum et Repertum Nomor:R/023/VeR/XII/2019/Pusdokkes, tertanggal 18 Desember 2019.

Menurut Petrus, Penghentian Penanganan kasus ini ibarat petir di siang bolong bagi masyarakat kabupaten Ende, masyarakat NTT dan para Diaspora NTT di Jakarta, karena dilakukan usai penyidik Ditreskrimum Polda NTT melakukan gelar perkara dan hasilnya merekomendasikan bahwa kasus Dugaan Pembunuhan korban Anselmus Wora, dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti yang mengarah pada dugaan pembunuhan dengan merujuk kepada Visum Et Repertum (VER) Dokter Spesial Ahli Forensik Pudokkes Polri, dr. Ni Luh Putu Eny Astuty Sp.F.

"Padahal, Visum Et Repertum (VER) Nomor:R/023/VeR/XII/2019/Pusdokkes, tanggal 18 Desember 2019, mengungkap fakta-fakta adanya luka robek pada puncak kepala sebagai akibat kekerasan tumpul, ada resapan darah pada hampir seluruh bagian bawah kulit kepala, kemerahan pada tulang dahi dan pada otak mengalami pendarahan akibat kekerasan tumpul. Namun fakta-fakta yang mencengangkan itu menjadi tidak bernilai karena kesimpulan sesat dr. Ni 

Luh Putu Eny Astuty, Sp.F mengunci dengan kesimpulan bahwa penyebab kematian korban tidak dapat ditentukan karena jenazah sudah mengalami pembusukan lanjutan," sorot Petrus.

Ambiguitas Visum Et Repertum

Petrus beralasan, meskipun VER Dokter Spesialis Forensik Pusdokkes Polri telah mengungkap fakta adanya kekerasan tumpul pada bagian kepala alm. Anselmus Wora, sebagaimana dapat dibaca pada kesimpulan VER butir 2 b dan c, tentang pemeriksaan luar dan pada butir 3 c, d, f bahwa terjadi kekerasan tumpul pada bagian kepala, dapat menyebabkan kematian, namun anehnya pada butir 4 justru membuat kesimpulan ambigu bahwa penyebab kematian korban tidak dapat ditentukan karena jenazah sudah mengalami pembusukan lanjutan.

Di lain pihak, lanjut dia, Dokter menyimpulkan bahwa trauma tumpul pada kepala yang menyebabkan pendarahan pada otak dapat menyebabkan kematian. Juga pada bagian II VER tentang pemeriksaan luar menyebutkan bahwa ada tanda-tanda kekerasan pada dahi, pipi, mata, hidung, mulut, dagu, telinga, dada dan perut, namun tanda-tanda kekerasan itu sulit dievaluasi. 

"Artinya, Dokter Ahli mengakui adanya kekerasan tumpul pada sejumlah tempat, akan tetapi sulit dilakukan evaluasi. Ini ambigu dan aneh," sentilnya.

Sementara pada bagian paru-paru dan jantung sesuai pemeriksaan Patologi Anatomi di Instalasi Anatomi Patologi RSUD Prof. W.Z Johanes Kupang menyebutkan bahwa pada potongan paru-paru dan jantung tidak didapatkan kelainan nyata pada sampel jaringan paru-lalu.

"Jika demikian, mengapa dr. Arif Wahyono Sp.F dihadirkan sebagai second opinion (pembanding) lalu mengatakan bahwa korban meninggal akibat penyakit jantung (koroner)?Artinya, kesimpulan dr. Arief Wahyono menyangkal  kebenaran VER Dokter Forensik dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F," timpalnya.

Second Opinion dr. Arief Wahyono Menyangkal VER

Petrus menilai, pendapat dr. Arief Wahyono, Sp.F sebagai second opinion, justru hanya menyangkal kebenaran hasil VER, di mana dikatakan bahwa penyebab Ansel Wora meninggal ada pada penyakitnya sendiri bukan karena pengaruh benda tumpul di kepala, dan bahwa kekerasan tumpul yang terjadi di kepala korban dan pendarahan otak tidak ada kaitannya. Karena menurut dr. Arief, jika kematian akibat pembunuhan maka seharusnya tengkorak kepala korban rusak.

Advokat PERADI ini menyoroti bahwa dalam logika penyidikan hukum kasus ini, terdapat tiga pihak yang bekerjasama secara sistematis, saling melengkapi untuk memperlemah hasil penyidikan ke arah tidak terungkapnya sebab-sebab kematian karena dugaan pembunuhan, yakni dari penyidik, dari Ahli Forensik dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F, dan dari dr. Arief Wahyono, Sp.F. selaku second opinion.

Pertama, dari Penyidik. Bahwa hasil VER tertanggal 18 Desember 2019 mengungkap fakta-fakta adanya kekerasan tumpul sebagai penyebab kematian tetapi justru Penyidikannya dihentikan. Padahal tidak ada urgensi untuk menutup penyidikan kasus ini selain karena belum ditetapkan siapa tersangkanya, juga Penyidik belum mendalami dan mengelaborasi keterangan saksi di TKP dan temuan otopsi tentang kekerasan tumpul pada kepala korban.

Kedua, dari Ahli Forensik dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F. Bahwa dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F bersikap ambigu, di mana ada temuan fakta-fakta kekerasan benda tumpul pada kepala korban dapat menyebabkan kematian, tetapi disimpulkan bahwa penyebab kematian korban tidak dapat ditentukan karena jenazah sudah mengalami pembusukan lanjut. Di sini nampak jelas sikap tidak jujur dari dr. Ni Luh Putu Eny Astuty Sp.F, karena menurutnya jenazah sudah mengalami pembusukan lanjut. Jika demikian, maka otopsi jenazah sudah tidak mungkin dapat dilakukan. Namun mengapa Dokter tetap memaksakan diri melakukan Ekshumasi dan Otopsi jenazah Anselmus Wora?

Ketiga, dari dr. Arief Wahyono, Sp.F. selaku second opinion (pembanding). Di samping dua dokter dari Pusdokkes Polri mengeluarkan pendapat berbeda, artinya dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F dalam VER berkesimpulan bahwa kekerasan benda tumpul pada kepala korban dapat menyebabkan kematian. Sedangkan second opinion dr. Arief Wahyono, Sp.F, menyatakan bahwa kematian korban Anselmus Wora bukan disebabkan oleh kekerasan tumpul sebagaimana dimaksud dalam VER, melainkan disebabkan oleh penyakit jantung yang diderita oleh korban Anselmus Wora.

Second Opinion ini sekaligus membantah VER yang menyatakan bahwa pada potongan paru-paru dan jantung tidak didapatkan kelainan nyata.

"Dengan demikian, kesimpulan dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F, pada VER sangat paradoks dan ambigu, tidak netral, tidak profesional dan tidak taat pada Kode Etik Kedokteran, karena menegasikan fakta-fakta adanya kekerasan tumpul yang dapat menyebabkan kematian. Artinya, Ekshumasi dan Otopsi jenazah Anselmus Wora tidak bertujuan untuk mengungkap kebenaran materil tentang sebab-sebab kematian korban, melainkan hanya untuk kepentingan lain di luar kepentingan penegakan hukum," sorot Petrus.

--- Guche Montero

Komentar