Breaking News

NASIONAL Cegah Dampak Covid-19 di Penjara, 30.000 Napi Dewasa dan Anak Akan Dibebaskan 01 Apr 2020 12:11

Article image
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly . (Foto: ANTARA)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly memutuskan akan mengeluarkan sebagian narapidana dari penjara untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam penjara.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Sebagai upaya mencegah dampak penyebaran virus Corona (Covid-19) di dalam penjara, sekitar 30.000 narapidana dewasa dan anak akan dibebaskan lebih cepat dari waktu yang seharusnya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly memutuskan akan mengeluarkan sebagian narapidana dari penjara untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam penjara.

Ketentuan itu diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Dalam Kepmen tersebut dijelaskan, salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus Corona.

"Pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan Anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara dari penyebaran Covid-19," bunyi diktum pertama Keputusan Menkumham tersebut seperti dilansir Kompas.com.

Adapun syarat yang harus dipenuhi bagi narapidana dan anak untuk dapat keluar melalui asimilasi yakni telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi narapidana dewasa dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi anak.

Asimilasi tersebut akan dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala Lapas, Lepala LPKA, dan Kepala Rutan.

Sementara, syarat untuk bebas melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas) yakni telah menjalani 2/3 masa pidana bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana.

Pembebasan di atas hanya berlaku pada narapidana dan anak yang tidak terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan Warga Negara Asing (WNA).

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho menegaskan bahwa narapidana dan anak yang terkait PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak akan diusulkan asimilasi dan hak integrasi tersebut, termasuk narapidana kasus korupsi dan terorisme.

"Ini hanya untuk Narapidana/Anak yang tidak terkait kasus terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan HAM berat, dan kejahatan trans-nasional terorganisasi, Warga Negara Asing," kata Nugroho dalam siaran pers, Rabu (1/4/20).

Pembebasan dan pengeluaran itu sudah dimulai sejak Selasa (31/3/20) kemarin.

Hal itu disampaikan Nugroho di hadapan para Kepala Divisi Pemasyarakatan, Kepala Rutan, Lapas dan LPKA seluruh Indonesia melalui konferensi video.

"Mulai hari ini, Kepala Lapas, Rutan dan LPKA dapat melaksanakan pengeluaran dan pembebasan Narapidana dan Anak," kata Nugroho seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.

"Lapas melakukan bimbingan dan pengawasan, dengan arahan, pembinaan dan pengawasan Kepala Divisi Pemasyarakatan, sesuai dengan dasar peraturan yang telah diterbitkan," lanjut Nugroho.

Berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan tanggal 29 Maret 2020, narapidana dan anak yang diusulkan asimilasi dan hak integrasi terbanyak berasal dari Provinsi Sumatera Utara sebanyak 4.730 orang.

Kemudian, disusul provinsi Jawa Timur sebanyak 4.347 orang, serta provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4.014 orang.

Sementara itu, Ditjen Pemasyarakatan memprediksi akan menghemat anggaran sebesar Rp 260 miliar menyusul pembebasan 30.000 narapidana dan anak tersebut.

"Penghematan anggaran kebutuhan WBP mencapai Rp 260-an milyar, selain mengurangi angka overcrowding," kata Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pemasyarakatan, Yunaedi.

Yunaedi menuturkan, angka tersebut didapat dari hasil perkalian antara biaya hidup warga binaan sebesar Rp 32.000 per hari, dikali dengan 270 yakni jumlah hari tersisa dari April 2020 dan Desember 2020 dan dikali 30.000 orang napi yang akan bebas.

Tunda Terima Tahanan

Selain membebaskan dan mengeluarkan sebagian tahanan, upaya lain yang dilakukan Ditjen Pemasyarakatan guna mencegah penyebaran Covid-19 di penjara antara lain menunda penerimaan tahanan baru.

“Bayangkan saja jika satu membawa (virus) dari luar, kemudian masuk ke dalam lapas atau rutan yang saat ini masih overcrowded. Bisa jadi tahanan tersebut sehat, tetapi ternyata menjadi carrier dan menulari tahanan lainnya,” kata Nugroho.

Kemudian, Ditjen Pemasyarakat juga meniadakan lanyanan kunjungan tahanan yang diganti dengan layanan panggilan video.

“Bagi tahanan kan mereka juga butuh komunikasi dengan pengacaranya, atau narapidana dan anak dengan keluarganya. Itu hak mereka jadi harus kita penuhi, tapi tetap kita sesuaikan dengan kondisi masing-masing lapas/rutan,” ujar Nugroho.

Tidak hanya itu, persidangan bagi tahanan di Lapas dan Rutan sementara ini dilakukan melalui video telekonferensi.

Sistem tersebut berlaku untuk tahanan yang perpanjangan penahanannya sudah tidak dimungkinkan. Mekanismenya, tahanan tetap berada di dalam lapas atau rutan.

Kemudian, jaksa berada di kantor kejaksaan, dan hakim di pengadilan atau menyesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.

Selain itu, dilakukan upaya-upaya pencegahan penularan lainnya seperti penerapan SOP kesehatan meliputi pemeriksaan suhu badan, cuci tangan, penyemprotan disinfektan, hingga pembuatan bilik sterilisasi.

Disediakan pula blok isolasi bagi narapidana dan tahanan yang berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) virus Corona.

--- Guche Montero

Komentar