Breaking News

PERTAHANAN Desak HTI Angkat Kaki dari Bumi Cendrawasih, FAPP Dukung Sikap Gubernur Papua 01 Sep 2019 19:08

Article image
Anggota FAPP dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus. (Foto: Dokpri. PS)
"Sikap ksatria ini sangat ditunggu publik di saat kondisi sosial politik di tanah Papua hari ini masih mencekam akibat isu SARA yang sempat menggetarkan NKRI," dukung Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Pemerintah Provinsi Papua dengan tegas meminta kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang berada di tanah Papua untuk angkat kaki dari Bumi Cendrawasih.

Gubernur Papua, Lukas Enembe bahkan meminta kepolisian daerah di Papua untuk menindak tegas segala bentuk kegiatan HTI karena bertentangan dengan NKRI.

"Papua ini tanah damai dan tidak bisa satu ajaran pun yang akan mencederainya. Saya harap, Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih untuk memberikan perhatian serius kepada organisasi Islam radikal yang merongrong kedamaian di Papua," kata Lukas seperti dilansir Liputan6.com.

Gubernur Papua berharap, febomena isu SARA seperti Pilkada Jakarta, tidak terjadi di Papua.

"Kami di Papua menjaga NKRI secara utuh dan damai. Kita tidak terpengaruh dengan isu SARA, sebab sejak dahulu kami sudah menjaga kedamaian, kerukunan antar-suku dan agama. Oleh sebab itu, kita harus sepakat untuk menjaga keutuhan negara ini dan dimulai dari Papua," tegasnya.

Apresiasi FAPP

Sikap Gubernur Papua tersebut mendapat dukungan dan apresiasi dari Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP).

"Seluruh Gubernur di Indonesia harus bersikap tegas, konsisten dan persistens terhadap Ormas Radikal yang anti Pancasila dan anti NKRI, sebagaimana sikap itu telah ditunjukan oleh Gubernur Papua, dengan meminta Polri segera menindak tegas Pengurus Hizbul Tahir Indonesia (HTI) untuk keluar dari tanah Papua," dukung anggota FAPP, Petrus Selestinus dalam keterangan rilis yang diterima media ini, Sabtu (31/1/19).

Menurut Advokat Peradi ini, permintaan ini sangat beralasan, karena UU sudah melarang dan mengancam dengan sanksi administratif berupa pembubaran Ormas dan sanksi pidana penjara bagi Pengurus Ormas yang anti Pancasila termasuk HTI.

"FAPP mengapresiasi sikap tegas Gubernur Papua, Lukas Enembe, karena telah menunjukkan keprihatinan dan tanggung jawabnya selaku pimpinan pusat yang ada di daerah demi menjaga Papua sebagai bagian dari NKRI dengan meminta Pengurua dan anggota HTI di tanah Papua segera angkat kaki dari Bumi Cenderawasih. Bahkan, meminta Kepolisian menindak tegas Pengurus dan Anggota HTI di Papua jika tetap melakukan aktivitas sosial keagamaan atas nama HTI," apresiasi Petrus.

Sikap Gubernur Papua soal paham radikal dan intoleran, lanjut Petrus, telah menunjukan jati diri orang Papua yang sangat Indonesia, sangat Pancasila dan sekaligus mempertegas bahwa Papua adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan NKRI.

"Sikap ksatria ini sangat ditunggu publik di saat kondisi sosial politik di tanah Papua hari ini masih mencekam akibat isu SARA yang sempat menggetarkan NKRI," lanjutnya.

Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Ormas, dengan tegas melarang 'Ormas melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras dan atau golongan, melakukan kegiatan penistaan agama, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI, menganut, serta menyebarkan paham yang betentangan dengan Pancasila. Karena, bagi setiap Pengurus Ormas yang melanggar dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun.

Namun demikian, timpal Petrus, meskipun secara hukum (hukum positif, red) terdapat ancaman pidana berat bagi Anggota dan atau Pengurus Ormas yang melakukan kejahatan separatis, menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, mengancam kedaulatan NKRI, namun hingga saat ini belum ada satupun Anggota dan atau Pengurus Ormas terutama HTI yang diproses secara pidana sebagai bagian dari penegakan hukum pidana, termasuk HTI yang ada di Papua.

"Padahal, Presiden Jokowi dengan sangat berani telah mengubah UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013 melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang telah menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017. Karena UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013 tersebut telah membuat posisi negara menjadi sangat lemah bahkan tidak berdaya ketika hendak menindak Ormas yang melakukan aktivitas anti Pancasila dan mengancam eksistensi NKRI sebagaimana selama ini dikembangkan oleh HTI di seluruh Indonesia," nilai Ketua Tim Task Force FAPP ini.

Menurut Petrus, dukungan FAPP atas sikap Gubernur Papua itu memberi kesan bahwa Negara masih bersikap permisif, lunak dan toleran terhadap kelompok intoleran dan radikal yang sedang mengoyak persatuan dan kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945, terutama yang sangat merugikan kelompok agama minoritas dengan kemasan gerakan yang selalu berubah-ubah. Saatnya negara harus hadir dan digdaya," tegas pengacara senior asal Flores, NTT ini. 

 

--- Guche Montero

Komentar