Breaking News

PENDIDIKAN Diskusi Bersama Mahasiswa Sumba, Ansy Lema: Intelektualitas dan Karakter Kunci Keberhasilan 15 Jul 2019 12:39

Article image
DPR RI Terpilih NTT yang juga politisi muda PDI Perjuangan menyampaikan materi pemantik diskusi bersama mahasiswa Sumba, NTT. (Foto: Oswin)
Ansy menganjurkan mahasiswa Sumba agar mengasah kemampuan intelektual dan menjadi insan kreatif-inovatif untuk membangun Sumba secara adaptif-transformatif.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co --  Mahasiswa memiliki tugas dan peranan besar membangun bangsa dan negara. Karena itu, mahasiwa harus mempersiapkan dan meningkatkan kualitas intelektual dan karakter. Keduanya adalah kunci untuk membangun-memajukan bangsa di era globalisasi.

Demikian penegasan anggota DPR RI Terpilih NTT Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si ketika berbicara dalam diskusi bertajuk”Peningkatan Kapasitas Pemuda untuk Meningkatkan Daya Saing di Era Milenial Guna Kemajuan Pembangunan di Pulau Sumba” yang digelar Ikatan Mahasiswa Sumba Jabodetabek (IMS-J) di Anjungan Nusa Tenggara Timur, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Minggu (14/7/2019). Diskusi juga menampilkan narasumber lain, yakni Kepala Kantor Penghubung Pemda NTT Viktor Manek dan Tokoh Masyarakat Sumba Jakarta Stef Lero.

“Berdasarkan pengalaman saya, saya meyakini bahwa kualitas intelektual dan karakter adalah kunci membangun bangsa. Karakter dan intelektualitas sama-sama penting,” papar politisi PDI Perjuangan yang akrab dipanggil Ansy Lema dalam rilis yang diterima Redaksi IndonesiaSatu.co, di Jakarta, Senin (15/7/2019) siang. 

Mahasiswa: berintelek dan berkarakter

Memakai analogi Albert Einstein, Ansy meyakini bahwa “ilmu pengetahuan tanpa karakter adalah buta, karakter tanpa pengetahuan adalah lumpuh.” Untuk dapat berhasil serta berkontribusi bagi pembangunan bangsa, mahasiswa dapat membekali diri dengan mengasah kemampuan intelek dan membiasakan kehidupan karakter etis yang mumpuni. 

When wealth is lost, nothing is lost. When health is lost, something is lost, but when character is lost everything is lost. Berintelek tanpa karakter etis menjadikan kita bertindak di luar batas etika publik, yang seharusnya menjadi patokan hidup bersama. Sebaliknya tanpa didukung kemampuan intelektual, kita terjebak dalam sentimen emosional dan primordial yang menghambat kemajuan diri. Apalagi situasi ini didukung kemajuan teknologi yang diakibatkan perkembangan globalisasi” ungkap mantan Juru Bicara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada perhelatan Pilgub DKI Jakarta 2017 ini.

Ansy yang pernah menjadi Dosen sejumlah universitas di Jakarta mencontohkan beberapa imbas negatif dari ketiadaan intelek dan karakter, seperti munculnya hoax, ujaran kebencian, politik identitas, ataupun penyebaran paham-paham yang bertentangan  dengan ideologi Pancasila. Hal tersebut patut disayangkan karena menghabiskan energi bangsa yang seharusnya bisa digunakan sebagai kekuatan untuk membangun negeri.

Karena itu, Ansy sangat mengapresiasi inisiatif mahasiswa Sumba di Jakarta, yang membentuk organisasi dengan tujuan untuk mengembangkan diri, menyiapkan calon pemimpin serta terlibat membangun daerah. Untuk membangun Sumba sebagai bagian dari membangun Indonesia, mahasiswa dapat mengasah kemampuan intelektual dan karakter.

“Inisiatif dan komitmen mendirikan organisasi ini merupakan terobosan kreatif untuk belajar tentang seluk-beluk membangun daerah secara informal (di luar kampus), sekaligus latihan karakter secara konkret,” kata Ansy.

Ansy secara khusus menekankan organisasi mahasiswa sebagai latihan karakter kepemimpinan. Ia menceritakan pengalamannya sebagai aktivis Reformasi 98, yang saat itu bersama teman-temannya menumbangkan penguasa Orde Baru. Melalui diskusi dan dialektika kritis di “parlemen jalanan”, Ansy mengaku mulai mengalami literasi politik.

“Ketika berorganisasi, saya melatih diri menjadi pemimpin. Saya jadi paham tentang apa itu politik. Bahwa politik sangat penting dalam pengambilan kebijakan-kebijakan penting bagi bangsa. Untuk menjadi pemimpin, kualitas intelektual dan karakter penting. Para pendiri Republik semisal Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir dan kawan-kawan adalah para pemimpin dengan kualitas intelektual dan karakter hebat,” ujar Ansy.

Ansy menganjurkan mahasiswa Sumba mengasah kemampuan intelektual dan menjadi insan kreatif-inovatif untuk membangun Sumba secara adaptif-transformatif. Ia berkeyakinan bahwa lokalitas keunikan budaya dan keindahan alam Sumba harus bersenyawa dengan kemajuan modernitas, tanpa kehilangan otentisitas budaya. Misalnya, dengan mengasah kemampuan menulis atau menggunakan konsep digital creative tourism.

“Mahasiswa dapat mempromosikan budaya Sumba dan keindahan alamnya melalui cara-cara kreatif-modern: menulis di blog, postingan instagram, blog, youtube, dan lain-lain,” saran Ansy.

Eksotisme Sumba dan konektivitas Infrastruktur

Menutup diskusi, Ansy menceritakan kekagumannya terhadap eksotisme Sumba. Ketika mengunjungi Sumba pada masa kampanye legislatif, Ansy terkesan akan kekayaan budaya Sumba dan keindahan alam yang unik. Budaya Sumba seperti tradisi Pasola, pakaian adat, tradisi Marapu, tarian, kampung Adat.

“Keunikan budaya Sumba semakin diperkaya oleh keindahan alam, seperti Pantai Mawana, Bukit Wairinding, Pantai Mandorak, Danau Weekuri, dan lain-lain. Tenun, Pantai, Padang dan Kuda Sandlewood bukti eksotisme Sumba. Sumba Island is a Masterpiece of God (Karya Agung Tuhan)”, kenangnya.

Agar eksotisme Sumba semakin menarik minat wisatawan dan pariwisata dapat dikembangkan, Ansy menganjurkan perlunya konektivitas infrastuktur seperti pembuatan jalan, layanan publik (hotel), sentra kuliner, sentra promosi dan penjualan karya-karya khas budaya Sumba.

“Pembangunan infrastruktur, terutama jalan sangat penting untuk membuka isolasi, dan membuat roda pariwisata semakin efektif dan dinamis. Apalagi jika terkoneksi dengan situs-situs budaya, keindahan alam, dan unit-unit usaha rakyat. Karena bagaimanapun muara dari parisiwata dan infrastruktur adalah tercapainya peningkatan ekonomi kerakyatan di Sumba. Infrastruktur adalah urat nadi pembangunan perekonomian rakyat”, pungkasnya. 

---Guche Montero

Komentar