Breaking News

KESEHATAN Fitriyadi Kusuma dan Penelitian Kanker Serviks Stadium Lanjut 18 Jul 2017 10:38

Article image
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Dr.dr. Fitriyadi Kusuma Djajasasmita, Sp.OG (K) saat promosi doktor di UI, Senin (17/7/2017). (Foto: Ist)
Fitriyadi meneliti kadar survivin, telomerase dan sitokrom C sebagai prediktor respon terapi radiasi pada pasien karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Dr.dr. Fitriyadi Kusuma Djajasasmita, Sp.OG (K) meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasi dalam ujian terbuka di Fakultas Kedokteran UI Salemba, Jakarta Senin (17/7/2017).

Fitriyadi meneliti kadar survivin, telomerase dan sitokrom C sebagai prediktor respon terapi radiasi pada pasien karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB.

Fitriyadi yang juga dokter di Rumah Sakit Pondok Indah ini sukses mempertahankan disertasi di hadapan promotor Prof Dr. dr. Andrijono, Sp.OG (K) yang juga Guru Besar Departemen Obstetri Ginekologi Staf Pengajar Program Studi Ilmu Obsteri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI dan co-promotor Dr.dr.Laila Nuranna, Sp.OG (K) dan Dr.dr.Ani Retno Prijanti, M.S.

Adapun tim pengujinya terdiri dari Dr.dr Suhendro, Sp.PD-KPTI, Prof.Dr.dr Bambang Sutrisna, M.Epid, Dr dr.Sri Mutrya Sekarutami, Sp.Rad (K) OnkRad, Dr.dr. Primariadewi Rustamdji, Sp.PA(K), Dr.dr.Jacub Pandelaki, Sp.Rad (K) dan Dr. dr.Supriadi Gandamihardja, Sp.OG (K).

Selain istrinya, Intan Fitriana Fauzi, SH, LL.M, turut hadir dalam acara ini, keluarga besar dan teman teman Fitriyadi serta civitas akademika FK UI.

Setelah melalui sesi tanya jawab, Tim Penguji memutuskan Fitriyadi dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan serta mendapatkan nilai ‘A’. 

 

Dalam riset tersebut, Fitriyadi menyebut kanker serviks merupakan kanker yang sering terjadi pada perempuan dan berhubungan erat dengan infeksi virus human papilloma (HPV).

Pada 2008 lalu, WHO menyatakan terdapat 528.000 kasus baru kanker serviks dan 10% merupakan kanker serviks stadium invasif.

Di dunia jelasnya, kanker serviks menyebabkan kematian 266.000 perempuan setiap tahunnya. Dari angka itu, 88% terjadi di negara berkembang.

Menurutnya, kanker serviks menempati posisi ke-5 terbanyak dari seluruh kanker pada manusia dan nomor 3 dari seluruh kanker pada perempuan setelah kanker payudara dan kanker kolorektal.

Bahkan, Kementerian Kesehatan memperkirakan kejadian kanker serviks berkisar 100 per 100.000 penduduk.

Lebih lanjut dijelakannya, angka kesintasan 5 kanker serviks di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2012 adalah 73% pada stadium I, 52% pada stadium II, 31% pada stadium III dan 0% pada stadium IV. “Angka kematian kanker serviks di Indonesia masih tinggi karena 90% pasien yang datang dengan diagnosis kanker invasif stadium lanjut atau terminal. Sebanyak 66,4% pasien kanker serviks yang datang ke RSCM diterima pada stadium lanjut (IIIB sampai IVB) sehingga pengobatannya sering mengecewakan. 

Respon terapi radiasi pada pasien kanker serviks stadium lanjut bervariasi walau dengan faktor klinikopatalogi yang sama seperti stadium, masa tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi, invaso limfovaskular, reaksi limfosit dan nekrosis. “Oleh karena itu, dipikirkan faktor prognosis lain seperti apoptosis, telomerase dan sitokrom c,” jelasnya.

Penelitian ini ujarnya, bertujuan untuk mengetahui peran survivin, telomerase dan sitokrom c sebagai prediktor respon terapi rasdiasi pada serviks stadium lanjut, khususnya stadium IIIB.

Studi ini lanjutnya, bersifat prospektif menggunakan metode nested case control.

 

Daftar di HAKI UI

Pengambilan data dilakukan di Poliklinik Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM serta Departemen Patologi Anatomi FKUI pada Januari 2016 hingga Mei 2017. “Pada subjek penelitian dilakukan wawancara, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biokimia secara ELISA untuk mengetahui kadar survivin, telomerase, sitokrom c dan MRI pra-radiadi serta pasca-radiasi.

Dari 90 subjek penelitian, didapatkan rerata usia pasien 50 tahun, rerata masa tumor 6,7 cm dan sebagia besar berkeratin (84,4%), berdiferensiasi baik (81,1%), reaksi limfosit negatif (75,6%) dan nekrosis (74,4%).

Rerata faktor apoptosis-survivin, telomerase, dan sitokrom c adalah 591,2 pg/mL, 5.223,2 pg/mL dan 191,3 pg/mL.

Dari analisa bivariat didapatkan variabel yang berhubungan dengan respon terapi secara independen adalah masa tumor (p=0,1), diferensiasi (p=0,17), kadar survivin (p=0,01), kadar telomerase (p=0,08) dan kadar sitokrom c (p=0,47).

Hasil analisis multivariat didapatkan hubungan kadar survivin dan kadar telomerase dengan respon terapi radiasi (p=0,01 dan p=0,07). “Tidak terdapat hubungan kadar sitokro c dengan respon terapi radiasi (p=0,64). Dengan model cox regresi survival didapatkan hazard ratio subjek dengan kadar survivin tinggi dan kadar telomerase tinggi terhadap respon terapi radiasi negatif adalah 4,20 dan 1,97. Dengan demikian disimpulkan, kadar survivin tinggi dan telomerase tinggi berhubungan dengan respon terapi radiasi negatif," pungkas Fitriyadi.

Hasil Disertasi Fitriyadi ini akan dibuat suatu model prediksi untuk keberhasilan terapi radiasi  pada kanker serviks yang akan didaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Universitas Indonesia.

 

---

Komentar