Breaking News

OPINI Ivan Nestorman, The Real “World Music” Musician - Apresiasi 25 Tahun Berkarya 27 Sep 2017 13:03

Article image
Musisi Ivan Nestorman berpose bersama sang istri. (Foto: Jeremias Dewa Jr.)
Ivan telah membuktikan bahwa perjuanganya di bidang musik tidak sia-sia tetapi membuahkan hasil.

Oleh Gazpar Araja

Hidup adalah perjuangan dan perjuangan itu butuh proses. Whitehead pernah menulis: “hidup sebagai sebuah proses menjadi”. Ivan Nestorman adalah seorang musisi yang berproses. Ia lahir dari tanah Flores, yang tidak melihat musik sebagai “mimpi” yang harus dikejar. Darah seniman dan panggilan jiwa yang kuat, membuat ia merasa yakin bahwa musik adalah hidupnya. Dia belajar gitar dan bernyanyi secara otodidak (tanpa pendidikan musik formal). Ini merupakan hal yang lumrah untuk orang NTT, karena di sana tidak ada sama sekali sekolah musik. Seni masih dianggap sebatas hobi bukan profesi. Ivan mengenal not-not atau solmisasi di Seminari Kisol, kemudian dikembangkan di bangku SMA. Hijrah ke Jakarta merupakan pilihan yang tepat bagi dia.

Ivan Nestorman, lahir dan dibesarkan di Ruteng, Manggarai, NTT, sempat mengenyam pendidikan calon imam di Seminari Pius XII Kisol selama 3 tahun (SMP), lalu melanjutkan pendidikan SMA di Ruteng. Pada 1986 Ivan hijrah ke Jakarta dan melanjutkan kuliah sastra Inggris di Universitas Nasional (Unas), Jakarta. Bakat musiknya sudah terlihat sejak kecil, kemudian berkembang saat di bangku sekolah dan semakin ia tekuni saat kuliah.

Jakarta juga merupakan tempat berkumpulnya musisi-musisi hebat nasional dari berbagai genre musik. Ivan yang sangat tertarik pada musik jazz, akhirnya bertemu dan berteman dengan musisi jazz nasional seperti Jack Lesmana, Tohpati, Dewa Budjana, Gilang Ramadhan, Dwiki Dharmawan, Ireng Maulana, dan masih banyak lagi. Keunikan yang Ivan miliki membuat teman-teman itu mengajak dia untuk berkolaborasi.

 Ivan merasa belum menjadi dirinya sendiri ketika masih bermain lagu-lagu jazz standar, bossanova, atau jazz lainya. Ia ingin tampil beda sebagai musisi yang lahir dari Timur Indonesia, khusunya Manggarai, NTT. Ia akhirnya memutuskan untuk mengangkat bahasa dan musik dari tanah Flores/NTT. Bekal dan dasar jazz yang sudah dimiliki, kemudian ia kawinkan dengan musik dan bahasa dari NTT. Ivan memakai musik jazz untuk menggali musik dan lagu Flores, NTT. Perkawinan itu akhinya melahirkan “The Tropical Sound of Ivan Nestorman”. Ivan menjadi musisi yang unik dan melawan arus. Penggemar Bob Marley, Sting, Jobim dan Djavan ini sering mengatakan: “Be yourself, no matter what they say”! Menjadi diri sendiri adalah sikap dan pilihan hidup yang paling asyik untuk dijalani. Sudah 25 tahun Ivan Nestorman hadir di kancah musik nasional dan memberi warna tersendiri melalui musiknya. Dia telah memperindah musik Indonesia dengan caranya sendiri.

The Real  World Music Musician

 World music secara harafiah berarti musik dunia. World music adalah sebuah aliran musik yang bukan termasuk musik popular dan musik klasik, serta mempunyai elemen etnik. Ivan sendiri mengatakan bahwa world music adalah istilah marketing musik dunia untuk musik-musik non-AS dan non-Inggris, sejajar dengan istilah dunia ketiga dalam dunia ekomoni. Jadi, world music berarti musik-musik yang berada di luar budaya Barat.

Berbagai pengertian di atas tentu membuka wawasan kita tentang world music. Namun bagi saya musik tetap musik. Pengertian tentang musik tidak mampu membatasi kedalaman musik itu endiri. Ivan membawa konsep world music dalam karirnya dan akan menggelar konser dengan tajuk “A World Music Performance”. Bagi saya, world music bukan hanya berarti musik dunia  tetapi lebih dari itu, musik yang mendunia. Mendunia dalam arti yang sebenarnya yakni masuk dalam lokalitas, membawa pesan pembesasan dan perjuangan, pesan cinta kepada sesama, kembali pada alam dan pada akhirnya tunduk dan kagum akan Tuhan Sang Maha Pencipta. 

Karya-karya Ivan Nestorman sangat kental dengan “musik yang mendunia”. Pertama, masuk dalam lokalitas. Sekitar 90% karya Ivan adalah lagu-lagu berbahasa Manggarai dan bahasa daerah lainya di NTT. Banyak juga lagu-lagu rakyat NTT yang diaransemen ulang oleh Ivan. Konsistensinya dalam membawa bahasa daerah dari NTT membuatnya dikenal sebagai salah satu musisi etnik Jazz nasional. NERA (personelnya Gilang Ramadha, Dony Suhendra, Adi Dharmawan, Krisna dan Ivan Nestorman) adalah band jazz fusion yang menghasilkan album dengan seluruh liriknya berbahasa Manggarai. Hebatnya lagi, album ini mendapat penghargaan SCTV Award sebagai album paling kreatif.

Ivan juga berkolaborasi dengan banyak musisi nasional dan tetap membawa bahasa daerah antara lain Erwin Gutawa, Dwiki Dharmawan, Chrisye, Trie Utami, Simak Dialog, Andi Bayou, Adre Hehanusa, Melly Goeslow. Lagu ciptaanya “Mogi” (yang berbahasa daerah Nagekeo) juga pernah masuk nominasi AMI Award 2016 kategori Folk Musik;

Kedua, Ivan juga peka dengan masalah-masalah baik skala lokal maupun nasional. Ada bebarapa lagu yang Ivan garap bersama almarhum Franky Sahilatua seperti “Ewada” dan lagu “Tibo” yang mana isi lagunya adalah memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi mereka yang terpinggirkan. Selain itu Ivan juga pernah membuat beberapa lagu dengan tema “Human Trafficking” di NTT dan melakukan konser menolak penjualan manusia di bebarapa tempat.

Ketiga, pesan cinta. Pesan cinta dalam lagu-lagu Ivan sangat dalam dan kuat karakternya. Pesan cinta kepada sesama ia tuangkan dalam lagu “Samo Lime”; pesan cinta kepada kekasih (istrinya) ia tuangkan dalam lagu “Katarina” dan “Mogi”. Pesan cinta kepada anak-anak dan istrinya ia tuangkan lewat lagu “Mata Leso”; Hau de mata leso ge, Hau de wulang mongko, Hau de Ntala gewang dan Hau de lo’o capu gula yang artinya kaulah matahariku, kaulah bulanku, kaulah bintangku dan kaulan embun pagiku.

Keempat, Ivan banyak menghasilkan karya yang bertema alam  seperti lagu Moras Puar (hilangnya hutan) yang menceritakan tentang hilangnya hutan karena keserakahan manusia. Selain itu ada juga lagu tentang burung ngkiong, salah satu jenis burung di Manggarai yang sudah hampir punah. Ada juga album “Return to Lamalera” yang mengangkat tradisi lokal di sana serta filosofi hidup orang Lamalera yang melihat laut sebagai ibu mereka.

Kelima, lagu-lagu bertema Sang Pencipta. Ivan juga  melahirkan lagu rohani, seperti album “Jangan Cemas”, album “Maria Kekuatanku” bersama Maria Soetopo, album rohani bersama Naringgo Choir dan lagu-lagu dalam album lain yang berbicara tentang Tuhan seperti Mori Sambe dan One Mori.

From NTT With Hope

Konser “From NTT With Hope” dari Ivan Nestorman memberi warna tersendiri di tengah situasi NTT yang tidak tentu. Ivan lewat karya-karyanya memberi pesan bahwa dari NTT kita masih punya harapan dan mimpi. NTT mempunyai segalanya, baik alam maupun budaya.

Sudah 25 tahun Ivan Nestorman berkarya. Proses panjang telah dilewati. Bernyanyi di bis-bis kota, kafe-kafe dan pub-pub Jakarta telah ia lewati. Melalui konser ini, Ivan mau mengatakan bahwa “Kita NTT, Kita Bisa”. Segala sesuatu mungkin bagi mereka yang mau berjuang. Mimpi bisa mengubah segala-galanya. Ivan telah membuka jalan dan membongkar mitos bahwa orang NTT tidak mungkin bisa hidup hanya melalui musik dan seni.  Seni bisa membesarkan nama NTT. Seni juga bisa membuat NTT berubah.

Ivan telah membuktikan bahwa perjuanganya di bidang musik tidak sia-sia tetapi membuahkan hasil. Ia bisa membiayai keluarganya dengan musik, bisa keliling dunia dengan musik, bisa berkolaborasi dengan musisi/seniman nasional dan internasional, mampu memimpin beberapa event musik tingkat nasional. Karya Ivan sudah menyatu dengan hati orang-orang NTT. Ivan berhasil membawa musik NTT ke kancah nasional dan internasional. Ivan juga telah mampu membuat musisi-musisi di luar NTT mengenal bahasa daerah NTT melalui lagu-lagunya. Dia adalah duta budaya NTT.

Profisiat kepada Ivan Nestorman atas 25 tahun karyanya di kancah musik nasional. Terima kasih karena telah memberi warna di dunia musik Indonesia dan dunia. Karya-karyamu tentu telah menginpirasi banyak orang. Tetaplah berkarya bagi NTT, bagi bangsa dan tanah air Indonesia. Salam musik.  

 

Penulis adalah musisi, pencinta budaya, pernah belajar di STFK Ledalero (2006-2010)

Komentar