Breaking News

REFLEKSI Jadilah Entrepreneur, Wahai Orang Muda! 05 Jan 2020 21:39

Article image
Ilustrasi uang. (Foto: Hot.grid.id)
Cara berpikir bahwa uang bukan satu-satunya yang kita butuhkan dalam hidup memberi kita alasan untuk malas.

Oleh Valens Daki-Soo

 

UANG bukan segalanya, namun (hampir) segalanya butuh uang. Ganteng saja tidak cukup untuk beli susu bayi. Doa saja tidak memadai untuk bangun gereja. Lugas saja: kita butuh uang, dan lebih mudah menarik uang lewat bisnis. Jadilah pemilik bisnis (Business Owner, BO), (setelah itu ataupun serentak) jadilah investor, dua kuadran di sisi kanan menurut Robert Kiyosaki.

Komedian, penyair, dan penulis kenamaan Spike Milligan pernah bercanda, “Uang tidak membelikanmu kebahagiaan, tetapi itu membuatmu sengsara yang lebih menyenangkan."

Spike Milligan, tulis Mark Vernon, secara implisit setuju dengan apa yang telah menjadi kebijaksanaan yang diterima dalam ilmu kebahagiaan: menjadi lebih kaya tidak membuat Anda lebih bahagia, begitu Anda memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar tertentu (The Guardian, 22/4/2008).

Pertama, mohon maaf saya sampaikan kepada para kerabat, khususnya yang mungkin kurang paham pola kerja (dan pola hidup) saya, lalu mengalami kesulitan dalam kontak/komunikasi dengan saya. Dari dulu banyak kerabat terutama dari Flores yang mengeluh (dan merasa keberatan) karena siang hari saya sering tidak cepat merespons pesan SMS atau WA dan lain-lain. Saya lebih suka dan mudah untuk berkontak pada malam hari.

Siang hari adalah jam-jam kerja saya: memonitor berita-berita nasional maupun internasional, menelaah isu-isu penting dan strategis, berinteraksi dengan rekan-rekan dalam jaringan kerja (untuk kepentingan NKRI), lalu menyusun laporan singkat-padat tentang dinamika yang terjadi. Setelah dipoles sana-sini, dan diperkaya staf, saya menyerahkan laporan saya kepada pihak terkait (langsung atau via e-mail). Laporan saya akan dikaji lagi dalam satu grup khusus sebelum disatukan dengan kajian tim lain untuk diserahkan kepada pengguna akhir (end user).

Pada siang hari pula saya tentu berurusan dengan dunia bisnis untuk "mencari uang". Istilah "mencari" sebenarnya tidak disarankan oleh para penganjur "berpikir positif". Mereka mengubah "mindset" kita dengan mengatakan "SAYA ADALAH MAGNET UANG". Jadi ungkapan yang tepat adalah "menarik uang", bukan mencari.

Di dunia bisnis saya aktif sebagai konsultan di sebuah grup usaha swasta nasional. Grup usaha ini terdiri dari puluhan PT (anak usaha), bergerak dari sektor konstruksi dan properti hingga kelapa sawit. Tentu saja saya digaji di sini.

Oh ya, saya sebagai konsultan apa? Saya sendiri bingung. Intinya, pemilik grup ini selalu libatkan saya dalam pengambilan keputusan dengan meminta masukan atau pertimbangan saya.

Sejak tahun 2012 saya putuskan untuk bangun PT sendiri. Setelah belasan tahun menjadi staf Duta Besar RI dan beberapa jenderal (TNI dan Polri), saya pikir sudah saatnya saya "menarik uang" sebagai entrepreneur, pebisnis atau pengusaha. Dengan begitu, saya lebih bisa menolong sesama terutama yang sungguh butuh bantuan.

Dalam perjalanan, mekarlah 2 PT lain dan 1 kantor hukum untuk merespons dinamika usaha. Belakangan muncul kerinduan untuk ikut membangun dan memanfaatkan/menciptakan peluang di Flores. Maka lahirlah tiga anak usaha baru berbentuk CV yang akan bergerak di Nusa Bunga ini.

Untuk mencapai titik ini, yang bagi saya belumlah apa-apa, saya mesti melewati berbagai situasi hidup yang tidak mudah. Saya pernah sangat susah, sedemikian susah sampai saya pernah tidak makan dua hari saat menganggur. Waktu itu saya hanya minum teh manis dan memperkuat diri (mental spiritual) dengan doa. Satu tahun lebih menganggur di Jakarta adalah salah satu fase kelam saya. Bersama sahabat yang juga sepupu saya Bung Abraham Runga Mali (jurnalis senior yang sudah jadi orang sukses), kami pernah jalan kaki menyusuri jalanan Jakarta karena ketiadaan uang transport di kala menganggur. Sebagai eks frater kami tidak mudah dapat kerja waktu itu. Usia saya saat itu 24 tahun.

Kali ini saya menghimbau lagi para kader muda untuk tidak hanya berwacana. Eksekusi! Kalau ada ide bagus, ada pikiran untuk berwirausaha, jalankan. Jangan terlalu lama mengkalkulasi dan menimbang-nimbang. Eksekusi! Memang tidak mudah dan sering kekuatiran bisa mengusik pikiran Anda pada awalnya, namun jangan ragu. Sekali lagi, eksekusi!

Tentu dukungan pihak lain diperlukan. Itu sebabnya sejak awal belajarlah membangun jaringan. Jadilah pembangun jaringan (networking) yang andal dan tekun. Saat Anda memulai dan mengeksekusi, jaringan itu bisa menolong dan menopang Anda. Jika Anda berkenalan dengan seseorang, khususnya dari dunia usaha, simpan nomor kontaknya dan rawatlah relasi dengan sabar dan gembira.

Saya pernah susah, karena itu saya ingin adik-adik muda tidak sesusah kami. Kalian dipermudah dengan perangkat teknologi komunikasi yang sudah sangat canggih. Pada masa kami menganggur dulu, kami masih pakai telepon koin (masukkan koin Rp 100 dan bicaralah efektif, karena tidak bisa lama). Kalau di era digital ini Anda kesulitan untuk mendapat pekerjaan atau menciptakan kerja sendiri, mungkin Anda perlu refleksi diri, lalu bangun mental dan daya juang (fighting spirit) Anda untuk berlaga dengan penuh semangat, dengan cerdas dan jujur, loyal dan dedikatif.

Uang bukanlah segalanya. Tetapi Anda tidak dapat menyangkal fakta bahwa Anda membutuhkannya untuk bertahan hidup. Bagi sebagian orang, uang adalah terjemahan karena mampu memberikan sedikit kesenangan hidup yang tidak berbahaya dan mampu menikmati kemewahan kecil.

Bagi yang lain, ini adalah cara untuk memenuhi kebutuhan. Sesuatu untuk bertahan dan tidak benar-benar menikmati kemerosotan!

Jadi, sementara Anda mungkin tidak membutuhkan lebih banyak dan sementara itu pasti tidak dapat menawarkan pengganti untuk segala sesuatu dalam hidup, uang pasti merupakan kebutuhan besar.

Cara berpikir bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan bisa jadi suatu sikap yang menciptakan hal negatif tentang menjadi kaya atau memiliki uang

Setiap kali kita mendengar pernyataan seperti ini - yang tidak menyetujui uang / kekayaan - itu menyentuh kita pada tingkat bawah sadar. Tanpa sadar hal itu membentuk pikiran kita untuk menciptakan sikap negatif terhadap kekayaan.

Itulah mengapa tidak jarang banyak orang merasa bersalah karena mampu membeli barang-barang tertentu dan untuk kesuksesan finansial mereka - yang tidak dimiliki kebanyakan orang.

Jenis negatif terhadap uang / keuangan ini pasti akan memengaruhi Anda dalam beberapa hal atau yang lain dan mencegah Anda untuk melakukan upaya terbaik Anda untuk mencapai stabilitas keuangan.

Tetapi, kita terikat oleh kebutuhan fisik kita. Pikiran kita mungkin bebas untuk berpikir apa pun yang diinginkannya karena ia tidak benar-benar memahami persyaratan moneter, tubuh kita bergantung pada kekuatan yang datang dengan menjadi sehat secara finansial dan memiliki cukup uang; untuk itu perlu keselamatan dan keamanan. Kita memang membutuhkan rumah, makanan yang baik untuk bertahan hidup, dan pakaian di tubuh kita.

Cara berpikir bahwa uang bukan satu-satunya yang kita butuhkan dalam hidup memberi kita alasan untuk malas. Pernyataan seperti ini pada dasarnya adalah cara kita untuk merasa baik tentang diri kita sendiri - tentang kekurangan kita - dan kelemahan kita. Itu pada dasarnya memberi kita persetujuan bahwa tidak apa-apa menjadi malas dan tidak benar-benar berbuat banyak untuk mencapai kesuksesan finansial. Ini sama sekali tidak mengatakan bahwa orang yang aman secara finansial kompeten dan yang lain tidak. Tetapi, mencapai kesuksesan finansial memang mengharuskan kita untuk keluar dari jalur dan keluar dari zona nyaman kita.

Uang bukan segalanya, namun (hampir) segalanya butuh uang. Ganteng saja tidak cukup untuk beli susu bayi. Doa saja tidak memadai untuk bangun gereja. Kita lugas saja: kita butuh uang, dan lebih mudah menarik uang lewat bisnis. Jadilah pemilik bisnis (Business Owner, BO), (setelah itu ataupun serentak) jadilah investor, dua kuadran di sisi kanan menurut Robert Kiyosaki.

Selamat berjuang dengan gembira sambil menikmati proses. Karena sukses adalah perjalanan, bukan tujuan.

 

Penulis adalah peminat filsafat, CEO VDS Group, Pendiri/Pemimpin Umum Portal IndonesiaSatu.co

Komentar