Breaking News

NASIONAL Kepala BP2MI Minta Menaker Cabut Moratorium Pengiriman PMI 03 Jul 2020 23:32

Article image
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani. (Foto: Ist)
"Jadi kebijakan relaksasi ke dalam, harus disertai dengan relaksasi ke luar," kata Benny.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, meminta Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Ida Fauziyah mencabut moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke negara penempatan.

Politisi Partai Hanura ini mengatakan, pemerintah Indonesia sudah memberlakukan relaksasi bagi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Benny, hal serupa semestinya diberlakukan bagi pekerja Migran Indonesia.

"Jadi kebijakan relaksasi ke dalam, harus disertai dengan relaksasi ke luar," kata Benny di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (2/7/20).

Benny mengungkapkan, saat ini ada 43.000 PMI yang siap diberangkatkan, tetapi tertahan karena adanya Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Mereka sudah mengantongi visa, lulus uji kompetensi, dan siap diberangkatkan.

Benny menilai, pemberangkatan para pekerja migran akan mengurangi beban ekonomi karena dampak pandemi Covid-19.

"Namun harus dengan syarat, negara penempatan tak lagi memberlakukan lockdown. Negara penempatan menerima masuknya tenaga kerja asing," ujar Benny.

Ia menyebut, Negara yang sudah siap terima PMI antara lain Taiwan, Hongkong, Korea Selatan dan Jepang.

"Kalau kita berangkatkan 43.000 pekerja migran, sumbangan devisa yang telah masuk kurang lebih Rp 5,7 triliun," lanjut dia.

Jaminan Perlindungan

Menanggapi permintaan Kepala BP2MI, Direktur PADMA Indonesia, Gabriel Goa mengaku mendukung hal itu, karena negara ikut bertanggung jawab menjamin dan melindungi para pekerja migran melalui jalur resmi (legal).

"Tentu permintaan tersebut didukung dengan prosedur pengiriman yang resmi (legal). Jadi ini juga menjadi tanggung jawab negara guna mendukung devisa melalui penyerapan tenaga kerja. Yang perlu menjadi catatan justru pekerja non-prosedural (illegal)," kata Gabriel.

Gabriel mengaku, jika hal itu disikapi oleh Menaker RI, maka tentu akan berdampak pada revitalitasi Balai Latihan Kerja (BLK), Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) dan memilimalisir para calo illegal.

"Ini wujud komitmen BP2MI yang prihatin dengan masalah pekerja migran, sekaligus memutus mata rantai sindikat pengiriman para pekerja migran secara non-prosedural (illegal). Ini terobosan baru yang patut didukung dan diapresiasi," tandasnya.

--- Guche Montero

Komentar