Breaking News

TOKOH Mengenang Laurens Tato, Tokoh Pers Nasional Asal Wekaseko-Nagekeo 18 Sep 2017 20:33

Article image
Laurens Tato Gani. (Foto: Ist)
Laurens meninggalkan seorang istri Liswati, serta dua orang anak yakni Tutik Handayani dan Stefani Novita Gani.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Flores dan juga masyarakat jurnalistik, khususnya Media Group (Metro TV dan Harian Media Indonesia) berduka. Hari ini, Senin (18/9/2017), mantan petinggi Redaksi Harian Media Indonesia, Laurens Tato meninggal dunia di RS Siloam Jakarta, Pkl. 10.00 WIB. 

Kakak Laurens, begitulah biasanya para koleganya di Media Indonesia menyapanya, menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 62 tahun. Mantan Wakil Pemimpin Redaksi Media Indonesia ini hingga akhir pengabdiannya menjabat sebagai anggota Dewan Redaksi Media Group.

Tokoh Pers kelahiran Wekaseko, Nagekeo, Flores-NTT ini memang sejak sebulan ini dirawat karena sejumlah komplikasi penyakit. Laurens meninggalkan seorang istri Liswati, serta dua orang anak yakni Tutik Handayani dan Stefani Novita Gani.

Dikutip dari Metrotvnews.com, Laurens dikenal sebagai sosok cerdas dan hangat. "Banyak kenangan indah dengan sahabat yang satu ini. Sahabat yang cerdas, nakal, dan hangat. Selamat beristirahat dalam kedamaian Kakak Laurens. Dalam perasaan kehilangan yang teramat sangat, saya mendoakan semoga Tuhan yang welas asih memuliakanmu," ungkap Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV Abdul Kohar, Senin (18/9).

Di masa aktifnya di Media Indonesia, Laurensi merupakan salah satu sosok penting di balik editorial Media Indonesia. Ide-ide bernas dan tulisannya yang tajam menjadi panutan bagi junior-juniornya di dapur redaksi.

"Bang Laurens adalah sosok penulis editorial dan guru yang tidak tergantikan. Diksi bang Laurens selalu terpilih, orisinal, otentik, jenaka, dan kaya paradoks," ujar Haryo Prasetyo, Asisten Kepala Divis Pemberitaan Media Indonesia.

Ia mengingat, bagaimana Laurens ketika mengritik polah anggota DPR yang mengusulkan pembangunan gedung baru, "Bang Laurens membuat editorial yang tajam, penuh ledekan, sekaligus jenaka, berjudul 'Penghuni Miring di Gedung Tegak.' Judul dan isi editorial bang Laurens yg ditulis hampir 10 tahun lalu itu, hingga hari ini pun terasa masih aktual, menghentak, dan relevan," tuturnya.

Kekuatan konsepsi, narasi, diksi, argumentasi, dan komposisi seorang Laurens Tato, sebut Metrotvnews, ternyata ada rahasianya. Menurut Laurens, untuk menjadi penulis editorial yang baik, seorang penulis, selain tidak boleh berhenti belajar dan banyak membaca, juga harus memiliki model atau idola.

"Dari model atau idola tersebut, kita dapat belajar dengan meniru, meng-copy, mengadaptasi, merevisi, dan atau memodifikasi, hingga kita menemukan karakter dan gaya penulisan kita sendiri," begitu kurang lebihnya pesan pria yang diketahui juga terjun ke dunia politik bersama Partai NasDem ini, suatu ketika.

"Pesan itu saya ingat dan camkan hingga hari ini. Bagi kami para penulis editorial, salah satu model dan idola itu, tidak diragukan dan tidak terelakkan, ialah Laurens Tato itu sendiri. Dan itu tidak pernah tergantikan," imbuh Haryo.

Sosok "Sius"

Sementara, kenangan terkait almarhum juga dikisahkan oleh Primus Dorimulu, Pemimpin Redaksi Koran Investor Daily dan Suara Pembaruan. Sekampung halaman dengan almarhum, Primus tentu mempunyai banyak kisah.

Salah satunya ketika sebuah acara akhir tahun, menjelang liburan panas, ada pengumuman juara kelas. Saat itu, tahun 1975, Primus yang berada di kelas I SMP Seminari, St Yohanes Berkhmans, Todabelu, Mataloko, Flores. Sedangkan almarhum Laurens Tato Gani di kelas VI sekolah yang sama.

"Yang diumumkan adalah mereka yang meraih nilai tertinggi di ujian akhir tahun kelas III dan kelas VI (kelas III SMA). Ada tiga nama yang disebutkan sebagai juara kelas VI. Yang satu nilai rata-rata 7, yang lain rata-rata 7,5. Sedang Sius, nama sapaan keluarga buat Laurens Tato Gani, meraih nilai rata-rata 9," tulis Primus melalui laman Facebook-nya, yang dikutip Senin (18/9).

Menurut Primus, Sius di masa sekolah menang tidak saja bagus di pelajaran bahasa, IPA, dan IPS, tapi juga musik dan olah raga. Laurens adalah pemain biola yang piawai dan anggota kesebelasan SMA Seminari.

"Sangat jarang siswa seminari meraih nilai rata-rata 9. Karena pada zaman itu, ada semacam kebiasaan para guru untuk "mengharamkan" siswa meraih nilai 10. Satu untuk Tuhan, dan satu lagi untuk guru. Dengan demikian, nilai tertinggi siswa adalah 8," tulis Primus.

Nah, kisah Primus, bagaimana bisa Sius diberikan nilai rata-rata 9? Para guru akhirnya terpaksa melanggar haram itu karena nilai Sius di semua pelajaran luar biasa. Para guru seminari mengakui, siswa jenius seperti Sius hanya bisa ditemukan satu orang dalam satu dekade.

Setamat SMA Seminari, Sius tidak melanjutkan ke kelas VII, kelas persiapan untuk masuk Seminari Tinggi. Ia lebih tertarik pada kehidupan di luar imamat. Setelah setahun belajar hidup bermasyarakat di kampung halamannya, Wekaseko, Desa Tendatoto (kini Desa Tendakinde), Nagekeo, Flores, ia mencari peruntungan ke Jakarta. Tanpa kesulitan, Sius diterima di FISIP, Universitas Indonesia.

Setelah menamatkan pendidikan BA, Sius bekerja di sejumlah media cetak dan akhirnya dipercaya oleh Surya Paloh untuk membangun sebuah koran baru bernama HU Prioritas tahun 1986. Dalam sekejap, koran baru ini merebut perhatian pembaca. Tapi, karena pemberitaannya dianggap merongrong kewibawaan pemerintah pada masa itu, Prioritas dibreidel setahun berikutnya.

Primus mengenang, Prioritas disukai pembaca, antara lain, karena gaya editorial atau tajuk rencana yang tak lazim pada eranya. Editorial diletakkan pada halaman depan. Tulisannya hanya lima-enam paragraf. "Tidak sebagaimana biasanya, pembaca berkerut dahi saat membaca ulasan yang serius, editorial Prioritas dibaca sambil tersenyum. Editorial ditulis dengan gaya yang lugas, tajam, namun jenaka. Dan sang penulis tajuk itu adalah Laurens," ungkap Primus.

Gaya editorial Prioritas berlanjut di Media Indonesia. Meski penulis tajuk sudah beberapa orang, pembaca dengan mudah merasakan perbedaan. Mana tajuk Laurens dan mana penulis lain.

Di mata Primus, masalah serius diulas Laurens dengan sederhana. Mudah dipahami. Rekan kerjanya, Don Bosco Salamun, kini pemred MetroTV, mengakui, ia acap menyesal karena tulisan Laurens Tiba-tiba habis, padahal ia masih semangat membacanya. "Kita masih senang-senang membaca, ehh, tiba-tiba habis," kata Don yang bergabung dengan Media Group sejak Surya Paloh mengambil alih Media Indonesia.

Di kalangan rekan kerjanya, Laurens disebut "filosof". Meski tidak pernah duduk di bangku Fakultas Filsafat, tulisannya seakan menunjukkan bahwa ia sudah S3 Filsafat.
Jalan hidupnya berubah saat masuk Partai Nasdem. Laurens menjadi caleg Nasdem pada tahun 2014. Ketika turun ke daerah medio Oktober 2013, Laurens terserang stroke. bertahan hidup selama empat tahun. Lebih dari tiga setengah tahun, ia dirawat di rumahnya oleh istri dan anak-anaknya. Dan hari ini, Senin pukul 10.15 WIB, Laurens dipanggil Sang Khalik.

"Ia yang memberi, Ia pula yang mengambilnya. Selamat jalan Bapak Laurens Tato Gani. Kiranya, Firdaus Abadi menjadi pelabuhan terakhirmu. Doa terbaik kami untukmu," tutup Primus.

--- Sandy Javia

Komentar