Breaking News

INSPIRASI Pastor Laurens: Pastoral di Kampung, Lebih Dekat Mengenal Umat 20 Jun 2018 15:28

Article image
Pater Laurens Woda saat memimpin ekaristi bersama anak-anak di puncak Detumadi, Kelisoke (Foto: Dok. Pribadi)
“Inkulturasi menjadi hal penting dalam pelayanan liturgis Gereja. Sebab, kekayaan budaya dan kearifan lokal sarat dengan nilai, demikian juga penghayatan iman umat selalu berhubungan dengan apa yang diyakini dan diwarisi," ungkap Pater Laurens.

ENDE, IndonesiaSatu.co -- “Panggilan dan perutusan merupakan hakikat imamat yang harus melekat dengan karya pelayanan (pastoral). Umat merupakan cerminan basis pelayanan karya pastoral setiap pastor. Umat adalah wujud Gereja dalam arti persekutuan. Pengalaman pastoral bersama umat di kampung-kampung selalu melahirkan inspirasi dan pengalaman baru, bahkan dapat mengenal kehidupan umat secara lebih dekat dan lebih dalam. Itulah misi perutusan.”

Demikian diutarakan pastor muda, Pater Laurens Woda, SVD yang bertugas di Paroki Hati Amat Kudus Wolowaru, Keuskupan Agung Ende, saat mengisahkan pengalaman pastoral dan pelayanannya bersama umat di stasi-stasi terjauh, Selasa (19/6/18).

Pastor yang aktif menulis ‘Diary Pastoral’ ini mengungkapkan bahwa karena karya pelayanan dan pastoral itulah, seorang pastor, selain mengenal lebih dekat kehidupan dan kebutuhan umat, juga ikut membangun dan menjaga persekutuan umat dengan iman.

“Dalam konteks persekutuan iman, kaum hierarkis juga harus hadir bersama umat, menampilkan wajah Gereja yang mengumat, Gereja rumah tangga (Ecclesia domestica). Melalui pelayanan pastoral, saya dapat menemukan banyak pengalaman dan pengetahuan dari umat; tuntutan kultural, kehidupan ekonomi, latar belakang budaya, kearifan lokal, etos kerja, kehidupan kaum muda dan pendidikan anak-anak, juga aspek spiritualitas,” ungkap pastor yang baru dua tahun ditahbiskan menjadi imam ini.

Alumnus Seminari Todabelu Mataloko, Bajawa, Kabupaten Ngada, yang juga pastor moderator Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Wolowaru ini mengakui bahwa medan perutusan dan pelayanan yang sulit membuatnya merasa tertantang untuk terus berjuang melayani umat.

“Tantangan tentu ada; medan yang sulit, cuaca yang kadang ekstrim, bahkan waktu pelayanan yang padat dengan berbagai intensi pelayanan. Justru dengan tuntutan dan tantangan seperti ini, saya dapat belajar untuk semakin mematangkan jalan panggilan imamat melalui karya-karya pelayanan. Namun selalu ada suasana yang berbeda ketika berada bersama umat, kaum muda dan anak-anak,” kesannya.

Membangun iman umat

Meski baru dua tahun menjadi misionaris Societas Verbi Divini (SVD), pastor muda asal Detusoko yang ditahbiskan di Melbourne, Australia, ini menyadari bahwa tugas membangun iman umat bukanlan hal mudah. Kesannya, kedekatan dengan umat harus menjadi pintu masuk agar dapat membangkitkan kesadaran, pemahaman serta dukungan semangat kepada umat.

“Semangat kolektif harus menjadi fondasi dasar dalam membangun iman umat. Dengan berbagai latar belakang pekerjaan umat, tidak mudah menggerakkan mereka. Namun umat punya semangat gotong-royong, harapan, kebersamaan, dan semangat kekeluargaan. Itulah kekuatan untuk menyadarkan mereka, misalnya untuk membangun kapela-kapela stasi. Ada beberapa stasi yang sudah berhasil membangun kapela melalui swadaya umat seperti stasi Pemo. Juga sedang dalam proses pembangunan kapela stasi yakni stasi Wololele A, stasi Wolofeo, stasi Wolosoko serta beberapa stasi lain yang juga memiliki semangat yang sama,” ungkapnya.

Selain giat membangun iman umat di stasi-stasi yang dilayani, pastor kelahiran 1986 ini juga terlibat aktif bersama OMK dan anak-anak. Guna menumbuhkan semangat literasi anak-anak, pendopo patoran Paroki dijadikan ruang baca bagi anak-anak setiap malam Minggu. Sementara, bersama OMK menggagas kegiatan ‘Malam Seribu Lilin’ dalam rangka menentang perdagangan manusia (human trafficking).

“Setiap umat memiliki karakter yang berbeda, termasuk kaum muda dan anak-anak. Pendekatan yang dibangun adalah bagaimana mendekatkan diri dengan mereka, ada bersama mereka dan menciptakan sesuatu yang mencerminkan semangat mereka. Kaum muda dan anak-anak adalah simpul penting masa depan gereja dan bangsa. Saya selalu yakin, mereka punya semangat, rasa percaya diri, antusiasme dan kekompakan, jika terus disadarkan dan diarahkan dengan hal-hal positif,” ujarnya.

Pastor pencinta budaya dan kearifan lokal ini menyadari bahwa kearifan budaya lokal turut menentukan cara pandang, karakter dan kehidupan umat karena dilandasi oleh nilai-nilai luhur budaya. Olehnya, unsure inkulturasi diyakini menjadi jembatan untuk mendekatkan iman umat dengan apa yang menjadi kearifan lokal/budaya.

“Inkulturasi menjadi hal penting dalam pelayanan liturgis gereja. Sebab, kekayaan budaya dan kearifan lokal sarat dengan nilai, demikian juga penghayatan iman umat selalu berhubungan dengan apa yang diyakini dan diwarisi. Iman mesti dihidupi dalam keseharian hidup termasuk kearifan budaya dan tradisi umat. Iman dan tradisi (budaya) menjadi jembatan yang mesti dirawat dan dihidupi,” tegasnya.

--- Guche Montero

Komentar