Breaking News

HUKUM Sebut LHKPN Konsep Ateis, FAPP Desak Pansel Capim KPK dan Kapolri Dalami Pernyataan Irjen Dharma Pongrekun 12 Aug 2019 20:48

Article image
Petrus Selestinus (tengah) dalam salah satu sesi konferensi pers di gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Dok. FAPP)
Padahal, konsep kewajiban pelaporan harta melalui LHKPN adalah keputusan politik negara yang konstitusional sebagai bagian dari tuntutan reformasi.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) turut menanggapi penyataan Irjen Pol Dharma Pongrekun, salah satu peserta seleksi Calon Piimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) dari unsur Polri yang lolos tahap uji psikologi dan saat ini mengikuti seleksi tahap penilaian profil di Gedung Lemhanas, Jakarta.

Pasalnya, Dharma berpandangan bahwa kebijakan negara mewajibkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), bagi Penyelenggara Negara, tidak sesuai dengan konsep ber-Tuhan dan Pancasila, karena konsepnya adalah konsep yang Ateis.

Anggota FAPP, Petrus Selestinus dalam rilisnya kepada media ini, Senin (12/8/19) mendesak Panitia seleksi (Pansel) Capim KPK dan Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian harus mendalami pernyataan Irjen Pol Dharma Pongrekun tersebut.

Petrus khawatir pandangan Dharma itu berpotensi menjadi sikap yang kontra produktif terhadap tugas utama KPK yang telah terikat dengan hukum positif negara, di mana setiap Penyelenggara Negara wajib melaporkan LHKPN.

"Apakah ini sebagai isyarat dari seorang Irjen Dharma Pongrekun apabila kelak terpilih sebagai pimpinan KPK, akan menghapus kewajiban melapor LHKPN sebagai bagian dari membangun sistem penegakan hukum," kata Petrus.

Padahal, kata Ketua Tim Task Force ini, konsep kewajiban Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara melalui LHKPN adalah keputusan politik negara yang konstitusional sebagai bagian dari tuntutan reformasi.

Apalagi, menurut Petrus, pembentukannya diawali dengan landasan konstitusional yaitu TAP MPR Nomor XI/TAP/MPR RI/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, kemudian pada tahun 1999 lahirlah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Pemikiran Inkonstitusional

Petrus berpendapat, tidak terdapat benang merah antara pandangan Dharma Pongrekun tentang konsep Ateis di dalam LHKPN dengan pemikiran pembentuk UU tentang Penyelengara Negara yang Bersih dan Bebas KKN dan LHKPN.

"Karena, bisa saja ini isyarat dari Irjen Darma Pongrekun bahwa negara telah disusupi pemikiran anti-Tuhan dan anti-Pancasila sejak pembentukan TAP MPR Nomor XI/TAP MPR RI/1998 dan UU Anti KKN," jelas Petrus.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini bahkan beranggapan bahwa tidak mengherankan kalau saat ini negara justru menghadapi kekuatan kelompok radikalisme dan intoleran yang anti-Pancasila.

"Dari pernyataannya, Dharma Pongrekun ingin menegaskan bahwa TAP MPR dan UU Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, sesungguhnya dibangun dari konsep anti-Tuhan dan anti-Pancasila dalam bernegara. Ini sungguh tidak tepat dan inkonstitusional," tandas praktisi hukum ini.

Oleh karena itu, desak Advokat Peradi ini, peryataan Irjen Dharma, sangat patut dicermati untuk dilakukan pendalaman, sebab pernyataan ini lahir dari seorang Perwira Tinggi Polri yang hendak memimpin KPK, namun justru memiliki pandangan yang kontroversial dan kontra produktif.

"Jika dicermati, pernyataan ini justru berpotensi menimbulkan rasa saling curiga di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bertentangan dengan sila pertama dan sila kedua Pancasila. Jika kelak terpilih sebagai pimpinan KPK, akan lebih kontroversial untuk menghapus kewajiban melapor LHKPN sebagai bagian dari membangun sistem penegakan hukum," kecam Petrus.

--- Guche Montero

Komentar