Breaking News

KEUANGAN Seleksi Dewan Komisioner OJK Tidak Transparan, Sri Mulyani Terkesan Anti-Parpol 01 Mar 2017 13:41

Article image
Mantan Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli.(Foto: ist)
Mantan Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengingatkan agar OJK harus menjadi lembaga yang profesional dan independen dan jangan sampai hanya diisi oleh geng atau orang-orang dekat Sri Mulyani Indrawati (SMI).

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Proses penjaringan calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuai banyak kritik. Dan sosok yang paling banyak disorot adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang bertindak sebagai Ketua Panitia Seleksi (Pansel).

Dengan dicoretnya nama-nama dari partai politik, Sri Mulyani terkesan anti-parpol. Tidak itu saja, Sri Mulyani mencoret nama-nama yang memiliki rekam jejak yang gemilang dalam dunia keuangan dan meloloskan beberapa nama yang tidak memiliki kemampuan teknis dan tidak akrab lagi dengan pasar saat ini.

Mantan Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengingatkan agar OJK harus menjadi lembaga yang profesional dan independen dan jangan sampai hanya diisi oleh geng atau orang-orang dekat Sri Mulyani Indrawati (SMI).

"Jangan sampai hanya diisi oleh geng-geng SMI. Itu bahaya," kata Rizal di Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Menurut penilaian Rizal, proses seleksi Dewan Komisioner OJK kali ini terkesan tertutup dan tidak objektif.

"Saya lihat kurang terbuka dan tidak objektif. Saya dulu yang merancang Undang-Undang  pembuatan lembaga tersebut. Sasarannya adalah proses seleksi yang terbuka, objektif, dan independen," jelas Rizal.

Kritik keras datang dari anggota Komisi XI, Refrizal yang mempertanyakan tidak lolosnya dua anggota Komisi XI yakni Melchias Marcus Mekeng (Ketua) dan Andreas Eddy Susetyo (Anggota). Refrizal curiga, dengan tidak lolosnya dua anggota dewan tersebut mempertegas pendapat orang bahwasanya Sri Mulyani anti partai.

"Jangan-jangan Pansel anti partai. Ini jelas enggak benar. Hukum kita menganut asas persamaan hak dan kewajiban semua warga negara," kata anggota Komisi XI ini.

Karena itu, Refrizal mendesak Sri Mulyani Indrawati memberikan klarifikasi secepatnya.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi XI dari Partai Amanat Nasional Hatta yang menilai  hasil seleksi pansel OJK terlalu subjektif ketimbang proporsionalitas.

"Kita dorong revisi UU OJK, ketimbang memroses hasil pansel," ungkapnya.

Berikut ini kejanggalan-kejanggalan yang terbaca dari seleksi awal  Dewan Komisioner OJK yang memperlihatkan dominasi Ketua Pansel Sri Mulyani yang anti parpol dan proses seleksi yang tidak transparan dan objektif.

Selain politisi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng dan Andreas Eddy Susetyo dari Partai Demokrasi  Indonesia Perjuangan, Pansel mencoret Muliaman Darmansyah Hadad yang berstatus incumbent.  Sebelum menjadi Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia.

Menurut sumber IndonesiaSatu.co, nama Muliaman dihilangkan begitu saja karena dianggap terlalu dekat dengan kalangan politisi. Nasib yang sama dialami Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio. Nama Tito juga dicoret hanya karena dia dianggap dekat dengan politisi. Nama lain yang sudah dikenal publik tapi ikut dicoret antara lain Adnan Pandupraja yang pernah menjabat pimpinan KPK.

Ditambahkan sumber,  proses seleksi tahap awal tidak dihadiri semua anggota Pansel. Menko Perekonomian Darmin Nasution sedang berada di Iran pada saat penentuan. Gubernur BI Agus Martowardojo meninggalkan rapat yang sedang berlangsung karena menganggap proses seleksi tidak rasional.

“Saya melihat dia punya kepentingan pribadi dan ada sopir di belakangnya yang sudah anti-parpol. Emanya politik itu barang haram? Sri Mulyani tidak ingin ada orang yang dia tidak bisa kontrol,” kata sumber.

Yang lebih mengherankan, Pansel meloloskan Ahmad Daniri yang menjabat Dirut BEJ 25 tahun lalu, nama yang sudah sangat jauh dari pasar, semenetara OJK harus membuat agar gerbang sektor keuangan ini menjadi lebih besar.

Ada nama Sigit Pramono yang namanya diloloskan padahal yang bersangkutan tidak menyelesaikan seluruh masa jabatannya sebagai Dirut BNI. Sigit dipecat di tengah jabatan karena tidak bisa berkomunikasi dengan baik, performance-nya juga jelek.

Sesuai UU, Ketua Pansel bisa diambil dari unsur pemerintah dan masyarakat, tidak harus Menteri Keuangan. Selain Menteri Keuangan, yang pantas menjadi Ketua OJK adalah Menko Perekonomian dan Kepala Bappenas. Dari sisi hirarki, mestinya Menko lebih layak, bukan Menkeu. Karena itu, mestinya Darmin Nasution yang memimpin Pansel karena berada pada posisi lebih tinggi.

“Kemarin Jokowi main teken saja. Jokowi tidak tahu bahwa Pansel ini bentukan Sri Mulyani,” ujar sumber.

Dari 107 nama yang masuk, Pansel meloloskan 35 nama.

--- Simon Leya

Komentar