Breaking News

TRANSPORTASI Survei: 75 Persen Konsumen Tolak Tarif Baru Ojek Online 06 May 2019 16:27

Article image
Ilustrasi ojeg online. (Foto: Heta News)
Penolakan paling tajam terjadi untuk konsumen di zona II, yakni di Jabodetabek. Ada 82 persen penumpang di Jabodetabek menolak kenaikan tarif.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Sebanyak 75 persen penumpang skala nasional menolak tarif baru yang ditetapkan aplikator ojek online. Demikian dikemukakan Peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (Rised) sekaligus ekonom dari Universitas Airlanga, Rumayya Batubara.

Dalam survei terbarunya, Rised mengukur hasil sigi tentang persepsi konsumen terhadap kenaikan tarif  ojek online.

"Konsumen menolak karena kesediaan mereka mengalokasikan penambahan tarif tidak sesuai dengan peningkatan tarif yang terjadi di lapangan," ujar Rumayya dalam diskusi bertajuk 'Diseminasi Hasil Riset Survei Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online' yang berlangsung di Restoran Gado-gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2019.

Berdasarkan survei, seperti dikutip dari Tempo.co, penolakan paling tajam terjadi untuk konsumen di zona II, yakni di Jabodetabek. Rumayya mencatat, ada 82 persen penumpang di Jabodetabek menolak kenaikan tarif.

Penumpang zona tersebut bersedia mengalokasikan dana tambahan untuk tarif ojek online sebesar Rp 5.200 per hari. Sedangkan realitasnya, setelah kenaikan tarif, penumpang ojek online di Jabodetabek mesti mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp 6-15 ribu per hari.

Rumayya menjelaskan, dampak kenaikan tarif ojek online ini membebani konsumen karena harga batas bawah dan batas atas yang diterapkan Kementerian Perhubungan di beleidnya tidak sesuai dengan tarif yang harus dibayar. "Angka yang disebutkan adalah angka nett yang diterima oleh pengemudi. Sedangkan tarif yang dirasakan oleh konsumen lebih mahal karena aplikator mengambil tarif jasa 20 persen," ujarnya.

Untuk zona II Jabodetabek, Rumayya mencontohkan, tarif batas bawah yang harus dibayarkan konsumen per kilometer adalah Rp 2.500. Sedangkan tarif flagfall atau minimal tarif mencapai Rp 10-12 ribu. Bukan Rp 8-10 ribu seperti yang ditetapkan Kementerian Perhubungan.

Peneliti sekaligus ekonom Fithra Faisal mengatakan, kenaikan tarif ojek online ini berpotensi berdampak pada merosotnya jumlah konsumen. Selain itu, kenaikan tarif ini juga berpotensi pada peningkatan laju inflasi. Apalagi, penerapan kenaikan tarif bersamaan dengan momentum Ramadan. "Sumbangan kontribusi kenaikan tarif ojek online ini terhadap inflasi bisa sampai 50 persen," ujarnya di tempat yang sama.

Survei terbaru Rised ini dilakukan di 9 kota, pada tiga zona yang meliputi wilayah Indonesia bagian barat, tengah, Jabodetabek, dan timur. Sigi ini melibatkan 3.000 konsumen dengan periode riset 9 April hingga 3 Mei 2019. 

--- Simon Leya

Komentar