Breaking News

HUKUM Tanggapi Pelaku Pembawa Bahan Baku Peledak Bom di Sikka, TPDI: Sikap Lunak Kapolres Sikka Mencurigakan 20 Mar 2020 07:10

Article image
Koordinator TPDI dan Advokat PERADI, Petrus Selestinus. (Foto: Dokpri PS)
"Sikap Kapolres Sikka sangat mencurigakan dan berbahaya untuk kewibawaan dan integritas institusi hukum di Sikka," sorot Petrus.

MAUMERE, IndonesiaSatu.co-- "Publik Sikka harus waspadai aktivitas kelompok Radikal di NTT, terutama langkah Kapolres Sikka, AKBP Sajiman, SH. S.I.K yang terkesan bersikap kompromistis dan tidak melakukan tindakan Kepolisian berupa Penangkapan dan Penahanan terhadap pelaku pembawa 150 Kg atau enam karung pupuk Cap Matahari."

Demikian sorotan itu diutarakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam keterangan rilis kepada media ini, Jumat (20/3/20).

Sorotan terhadap sikap Kapolres Sikka tersebut berkaitan dengan tindakan 'tangkap tangan' dua orang wanita pelaku pembawa 150 Kg atau enam karung pupuk Cap Matahari pada Jumat (13/3/20) sekitar pukul 19.30 Wita di jalan Denis, Nangahure, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, NTT.

Menurut Petrus, sikap lunak dan kompromistis Kapolres Sikka telah memunculkan kecurigaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum yang tidak melakukan tindakan hukum berupa penangkapan dan penahanan terhadap kedua pelaku.

"Ini patut dicurigai; ada apa antara Kapolres Sikka dengan dua orang wanita sebagai pelaku yang tertangkap tangan tetapi tidak ditahan?" sorot Petrus.

Padahal, beber dia, peristiwa 'tangkap tangan' itu terjadi dan dilakukan oleh Anggota Polisi dari Unit Lalu Lintas Polres Sikka yang sedang melakukan patroli di sekitar wilayah Nangahure, di mana ketika dilakukan pemeriksaan terhadap mobil Honda Brio yang dikendarai dua orang wanita berinisial A dan T, Aparat Polantas Sikka menemukan enam karung pupuk Cap Matahari yang dimuat menggunakan Mobil Honda Brio EB 1339 BH, sehingga saat itu juga kedua pelaku langsung digelandang ke Polres Sikka.

Advokat Peradi ini menilai, Polres Sikka seharusnya langsung melakukan Penangkapan selama 1x24 jam guna penyelidikan, kemudian setelah lewat 1 x 24 jam, Penyidik Polres Sikka seharusnya mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan dan memberi status Tersangka serta menahan kedua pelaku.

Petrus beralasan, peristiwa 'tangkap tangan' dimaksud adalah suatu peristiwa membawa, menguasai, menyimpan, mengangkut dan menyembunyikan amunisi sebagai bahan peledak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (3) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang ancaman pidananya maksimum dengan hukuman mati.

"Oleh karena itu, menjadi aneh bahkan mencurigakan sikap Kapolres yang sangat lunak dan toleran terhadap orang yang membawa, menguasai, mengangkut, menyimpan amunisi untuk bahan peledak yang sangat membahayakan nyawa manusia, ikan-ikan dan terumbu karang di wilayah laut Sikka. Kapolres Sikka tidak boleh bermain mata dengan para pelaku yang 'tertangkap tangan' hanya karena keduanya adalah wanita, lantas Kapolres Sikka mengorbankan kepentingan Penegakan Hukum dan Ketenteraman Masyarakat dari ancaman Radikalisme dan Intoleransi," kecam Petrus.

Ia menerangkan bahwa pupuk Cap Matahari tersebut diidentifikasi sebagai pupuk yang identik dengan Barang Bukti (BB) hasil tangkapan Direktorat Polairud Polda NTT di perairan Wilayah Maumere yang perkaranya pada saat ini sudah memasuki tahap Penuntutan di Kejaksaan Negeri Maumere. 

Petrus justru mempertanyakan, mengapa pupuk jenis yang sama masih beredar, bebas disimpan, dibawa-bawa bahkan dipasarkan melalui sesorang perantara wanita berinisial T, masing-masing karung pupuk memiliki berat 25 kilogram yang rencananya hendak dijual dengan harga Rp 3,5 juta per karung. 

"Patut diduga, jangan-jangan ada oknum Polisi yang mencoba menjual barang bukti perkara lima Tersangka, yang perkaranya sudah di Kejaksaan Negeri dan diduga di-back up oleh Kapolres Sikka. Namun sial baginya karena 'tertangkap tangan' oleh anak buah Kapolres Sikka yang jujur," sentilnya.

Kewibawaan Institusi Penegak Hukum

Bahkan, ada dugaan dan pandangan lain bahwa jangan-jangan Kapolres Sikka sudah terpapar Radikalisme dan Intoleran, sehingga bersikap lunak terhadap pembawa bahan baku bom atau peledak yang dilarang oleh UU.

"Sikap Kapolres Sikka yang baru beberapa bulan menjabat, tergolong aneh dan menimbulkan kecurigaan. Karena bagaimana pun, perkara Tindak Pidana membawa bahan baku amunisi peledak tergolong Tindak Pidana Berat dengan ancaman pidana mati atau setidak-tidaknya penjara 20 tahun menurut UU Darurat Nomor 12/DRT/Tahun 1951," imbuhnya.

Dengan model penegakan hukum yang demikian, tandas Petrus, Kapolres Sikka tidak memiliki kepekaan untuk membaca rasa keadilan masyarakat Sikka, kepekaan mambaca kondisi terkini di NTT, terkait bahan peledak yang beredar, dan aktivitas mantan pengurus HTI atau kelompok Radikal dan Intoleran lainnya di NTT yang masih terus berevolusi dan bergerak sebagaimana dikonstatir oleh Kabinda NTT dan Polda NTT beberapa waktu lalu.

"Ancaman terbesar sekarang justru muncul ketika aparat penegak hukum ikut bersikap 'toleran' terhadap para pelaku yang sudah jelas melanggar UU dan mengancam ketenteraman masyarakat dan keutuhan alam di NTT, khususnya di Sikka. Sikap Kapolres Sikka sangat mencurigakan dan berbahaya untuk kewibawaan dan integritas institusi hukum di Sikka," pungkasnya.

--- Guche Montero

Komentar