Breaking News

NASIONAL Tentang Film G30S PKI, Christine Hakim: Dibuat untuk Propaganda Orde Baru 25 Sep 2017 14:28

Article image
Aktris senior Christine Hakim. (Foto: Tabloid Kabar Film)
Menurut Christine Hakim, dalam film Penumpasan Pemberontakan G30S/PKI terdapat fakta-fakta sejarah yang tidak terungkap.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Wacana pemutaran kembali film G30S/PKI menjadi pro kontra dan perdebatan hangat di masyarakat beberapa hari belakangan ini. Aktris senior Christine Hakim berpendapat, film tentang kejadian tahun 1965 itu dibuat kembali dengan data-data sejarah yang lebih kuat dan luas, masyarakat bisa mendapat manfaat yang sangat besar.

Karena menurut Christine Hakim, dalam film Penumpasan Pemberontakan G30S/PKI terdapat fakta-fakta sejarah yang tidak terungkap.

"Jadi saya sangat mendukung sekali untuk G30S/PKI (dibuat kembali), yang judulnya bisa apa saja, tetapi kejadian saat itu, memang bisa diungkap dari perspektif yang lain sejauh data-datanya bisa dipertanggungjawabkan," kata Christine.

"Karena kita tahu film itu kontroversial dan dibuat untuk program propaganda di masa Orde Baru. Ada juga fakta-fakta sejarah yang tidak terungkap," katanya usai diskusi bertajuk "Setelah Teguh Karya" di Jakarta, Jumat (22/9/2017).

Christine mencontohkan film Kartini karya Sjuman Djaya pada 1982 yang dibuat ulang oleh Hanung Bramantya dengan judul serupa pada 2017.

"Dan justru dengan di-remake lagi, itu membuat masyarakat bertambah pengetahuannya tentang sejarah karena banyak sekali fakta sejarah yang belum terungkap," jelas Christine Hakim sebagaimana ditulis Antara (22/9/2017).

Peran Kiai dan Ulama

Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin menilai pemutaran kembali film G30S/PKI yang beberapa tahun terakhir ini vakum, sangat wajar dan penting dilakukan pemerintah.

"Saya kira sangat wajar dan penting pemutaran film G30S/PKI ini agar bangsa ini tidak melupakan sejarah," kata Din Syamsuddin di sela pembukaan Muhammadiyah Education Awards di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dome di Malang, Jawa Timur, Sabtu (23/9/2017).

Menurut Din, pemutaran film tersebut merupakan bagian dari penyadaran bangsa Indonesia, khususnya generasi muda saat ini. Beberapa tahun silam pernah terjadi fakta sejarah bahwa ada pemberontakan yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintahan yang sah.

"Itu fakta sejarah yang perlu diketahui dan menjadi pelajaran bagi kita ke depan, bahwa PKI pernah melakukan pemberontakan. Hanya saja, dalam film tersebut masih ada beberapa yang harus diperbarui kembali karena masih belum lengkap, ada beberapa fakta yang tidak diungkap sama sekali dalam film tersebut, padahal perannya sangat besar," ujarnya.

Menurut dia, fakta sejarah yang belum diungkap dalam film tersebut adalah peran besar para kiai dan ulama dalam memerangi PKI. 

"Jangan hanya menampilkan kekejaman PKI saja. Pada masa pemberontakan itu ada peran Soeharto yang dianggap berlebihan itu bisa saja dimasukkan, karena memang itu fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri," katanya.

Dan, lanjut Din, yang paling penting saat ini adalah jangan terlalu banyak memperdebatkan isu-isu lama seperti itu (G30S/PKI). "Kita jangan melupakan sejarah, tapi kita juga jangan melupakan apa yang terjadi sekarang ini, seperti korupsi dan masalah lain yang lebih penting," ucapnya.

Menyinggung adanya diskriminasi atau perhatian khusus bagi keluarga beserta keturunan para aktivis dan simpatisan PKI, Din mengatakan, keluarga korban sepatutnya mendapatkan hak dan kedudukan yang sama layaknya warga negara lainnya.

"Anak-anak keluarga keturunan PKI apalagi yang terlibat, tidak seyogyanya mewariskan dosa atau kesalahan orang tuanya. Oleh karenanya, tidak perlu kesalahan dan tuduhan itu dialamatkan pada generasi penerusnya," katanya.

Saat menjelang dan peringatan G30S/PKI pada akhir September, film yang pernah menjadi tontotan wajib bagi siswa-siswi SD hingga SMA pada masa pemerintahan Orde Baru itu diputar kembali untuk masyarakat umum. Bahkan setiap Koramil memfasilitasi nonton bareng di sejumlah titik.

--- Simon Leya

Komentar