Breaking News

HUKUM Terkait SP3 Kasus Ansel Wora, PADMA Indonesia: Penegakan Hukum di NTT Alami Krisis Integritas 03 Mar 2020 13:22

Article image
Direktur Lembaga Hukum dan HAM, PADMA Indonesia, Gabriel Goa. (Foto: Dokpri GS)
Gabriel menilai, dengan penghentian penyidikan terhadap kasus ini, maka kredibilitas publik terhadap kinerja penyidik Polda NTT dan Polres Ende terkait asas profesionalisme penegakan hukum sedang mengalami krisis integritas.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, menyoroti model penegakan hukum oleh penyidik di wilayah Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT).

Direktur PADMA Indonesia, Gabriel Goa dalam pers rilis resmi kepada media ini, Senin (2/3/20) menyoroti kinerja penyidik Polda NTT terhadap pengungkapan kasus kematian seorang ASN di Dinas Perhubungan Kabupaten Ende, Anselmus Wora yang meninggal secara tragis dan misterius pada 31 Oktober 2019 lalu di Dusun Ekoreko, Desa Rorurangga, Kecamatan Pulau Ende, Kabupaten Ende yang berbuntut pada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Dirkrimum Polda NTT.

“Dalam proses penyelidikan, tidak ditemukan cukup bukti, sehingga kami memandang penting menghentikan penyidikan,” ungkap Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTT, Kombes Pol Yudi AB Sinlaeloe pada konferensi Pers di Polda NTT, (21/2/20) lalu.

Gabriel menyebut, karena belum digelarnya Berita Acara Pemerikaan (BAP) terhadap Saksi Kunci yang bersama-sama dengan Almarhum Ansel Wora oleh pihak Polres Ende dan Polda NTT, memperlihatkan kepada publik bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam penanganan kasus kematian ini.

"Dari alur pengungkapan kasus, terdapat beberapa tahap penyelidikan yang cacat, sehingga pihak penyidik secara prematur menghentikan penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti. Ini aneh. Padahal, pihak penyidik sudah menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan hingga proses otopsi guna memperkuat bukti, yang oleh Penyidik sendiri sudah memberi signal 90% kasus tersebut akan terungkap," kata Gabriel.

Krisis Integritas

Gabriel menilai, dengan penghentian penyidikan terhadap kasus ini, maka kredibilitas publik terhadap kinerja penyidik Polda NTT dan Polres Ende terhadap asas profesionalisme penegakan hukum sedang mengalami krisis integritas.

"Publik dan terutama para pencari keadilan mempertanyakan kinerja penyidik. Ini krisis integritas penegakan hukum dengan dalil yang ambigu, cacat dan bahkan vonis (SP3, red) secara prematur," sorot Gabriel.

PADMA Indonesia menegaskan, terburu-burunya Polda NTT menghentikan kasus tersebut, semakin menguatkan keyakinan publik terhadap motif terselubung dan intervensi kepentingan di balik pengungkapan kasus tersebut.

"Bahkan, orang awam yang tidak mengerti hukum pun bertanya-tanya, ada apa di balik kasus ini? Mengapa belum ada tersangka yang ditetapkan? Mengapa hasil otopsi baru diumumkan setelah dua bulan? Mengapa kasus ini secepatnya dihentikan? Apakah wibawa hukum di Polda NTT sudah sedemikan tumpul?" sentil Gabriel.

Gabriel menandaskan bahwa terhadap perkara ini, PADMA Indonesia yang sejak awal terpanggil mengikuti dan mengawal perkembangan pengungkapan dan penanganan kasus ini menyatakan tuntutan sikap.

"Atas dasar tuntutan nurani dan rasa keadilan, PADMA Indonesia mendesak Komisi III DPR RI untuk segera memanggil dan meminta pertanggungjawaban Kapolri dan Kapolda NTT," desak Gabriel.

PADMA Indonesia, lanjutnya, juga mendesak Kapolri untuk segera mecopot Kapolda NTT dan Kapolres Ende, karena tidak profesional dalam penanganan dan pengungkapan kasus kematian Ansel Wora, bahkan menghentikan penyidikan.

"Pada akhirnya, kami mengajak solidaritas masyarakat untuk bekerjasama mengawal dan memperjuangkan penuntasan kasus ini  dengan terus mendesak pihak Polri guna menyikapi kasus tersebut sebagaimana tuntutan Garda NTT kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memerintahkan Kapolri menindaklanjuti tuntutan keadilan publik NTT dan NTT Diaspora di Jakarta," tandas Gabriel.

--- Guche Montero

Komentar