Breaking News

REGIONAL Terlambat Selesaikan Proyek, Ini Sikap Komisi II DPRD Ende terhadap Pemerintah dan Kontraktor 05 Mar 2020 01:18

Article image
Komisi II DPRD Ende saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas PUPR dan Dinas Perindustrian Kabupaten Ende. (Foto: realitarakyat.com)
"Perlu dicatat, jika pada tahun 2020 ini PT. Yetty Darmawan kembali dimenangkan pada tender proyek, maka saya siap melaporkan ke pihak kejaksaan," tantang Yani.

ENDE, IndonesiaSatu.co-- Komisi II DPRD Kabupaten Ende secara tegas meminta sembilan rekanan yang hingga kini belum menyelesaikan pekerjaan untuk segera di black list. Bahkan sembilan rekanan tersebut juga diberi warning untuk tidak dimenangkan dalam tender proyek Tahun Anggaran 2020 ini.

Pernyataan itu disampaikan Komisi II DPRD Ende saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas PUPR dan Dinas Perindustrian Kabupaten Ende bertempat di Ruang Rapat Gedung DPRD Ende, Rabu (4/3/20).

Ketua Komisi II DPRD Ende, Julius Cesar Nonga menyoroti bahwa pemerintah selama ini terkesan melindungi kontraktor besar jika terdapat masalah terkait pekerjaan proyek.

Pasalnya, ada dugaan konspirasi yang terjadi antara rekanan dengan pihak pemberi kerja (Dinas PUPR dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan).

"Sekarang, Pemerintah berani tidak melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan PT. Yetty Darmawan yang secara jelas telah melalaikan beberapa item pekerjaan proyek jalan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II tahun 2019. Jangan hanya berani dengan kontraktor kecil yang langsung ditindak, tetapi kontraktor besar tidak ditindak, sebaliknya menambah waktu pelaksanaan dari 50 hari kerja ditambah lagi 40 hari. Itu tidak benar," kata Julius seperti dilansir obor-nusantara.com.

Menurut Julius, mestinya secara lembaga pemerintah melalui dinas terkait perlu mengindahkan apa pun permintaan Dewan, apalagi berkaitan dengan tupoksi kerja DPRD dalam melakukan fungsi kontrol.

"Kami juga heran, ada apa sehingga sampai saat ini permintaan resmi dari lembaga ini tidak diindahkan. Saya tegaskan apa yang diminta komisi II menyangkut kontrak harus diberikan. Sebagai ketua Komisi, saya tetap berdiri di tengah. Ini bukan forum untuk mencari salah dan benar. Secara lembaga, kami hanya ingatkan kepada Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) agar menjalankan semua kegiatan yang dianggap benar serta menghentikan semua kegiatan jika dianggap salah," tegasnya.

Hal senada diutarakan Sekertaris Komisi II, Yohanes Marianus Kota yang mengatakan bahwa Dewan tidak bermaksud menghakimi atau mencari kesalahan dalam forum RDP tersebut.

"Apa yang disampaikan dalam forum terhormat ini, benar-benar sesuai fakta yang terjadi di daerah ini. Jadi Pemerintah melalui dinas terkait berhak untuk menanggapi sehingga Rapat ini bisa bermanfaat dan bermartabat," kata politisi Partai Berkarya yang akrab disapa Yani ini.

Yani menilai, ada indikasi kuat kebijakan dinas untuk menyelamatkan kontraktor dengan dalil penyelamatan anggaran Dana Alokasi Umum (DAK). Menurutnya, ada sesuatu yang disembunyikan antara pihak dinas dan rekanan dengan alasan penyelamatan DAK tersebut.

"Semestinya, kontrak kerja itu mengacu pada Perppres bukan pada PMK Menteri Keuangan. Saya yakin, dalam kontrak itu rujukan yang dipakai adalah Perppres bukan PMK. Wajar jika sampai sekarang permintaan kita untuk diberikan kontrak tidak diindahkan," imbuhnya.

Khusus untuk dinas PUPR Kabupaten Ende, lanjut dia, ada indikasi kuat melindungi rekanan besar.

"Ini bisa dibuktikan. Dinas PUPR cenderung melakukan tebang pilih dalam memberikan sanksi bagi rekanan. Misalnya, ketika saya masih sebagai rekanan, perusahaan saya di-black list hanya karena terlambat menyelesaikan pekerjaan pada waktu penambahan 50 hari kerja. Namun uniknya, PT. Yetty Darmawan sudah jelas terlibat tetapi masih diberi tambahan waktu 40 hari kerja tanpa denda. Ini jelas terlihat Dinas PUPR takut dengan Yetty Darmawan. Perlu dicatat, jika pada tahun 2020 ini PT. Yetty Darmawan kembali dimenangkan pada tender proyek, maka saya siap melaporkan ke pihak kejaksaan," tantang Yani.

Menanggapi permintaan anggota DPRD berkaitan dengan kontrak, Sekertaris Dinas PUPR Kabupaten Ende, John Ambo menjelaskan bahwa saat ini kontrak kerja masih berada di tangan PPK.

"Untuk saat ini kontrak masih berada di tangan PPK dalam proses pengurusan berkas," terang John.

Menjaga Wibawa Legislatif

Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Ende, Fransiskus Taso kepada wartawan membenarkan jika prosedur permintaan kontrak kerja sudah melalui mekanisme internal dewan.

"Wajar jika DPRD sebagai mitra kerja merasa tersinggung. Ini proses sudah sesuai prosedur internal, namun tidak diindahkan oleh Dinas PUPR. Ini lembaga terhormat yang perlu dijaga kewibawaannya, jangan dibuat seperti ini. Ini menjadi momentum untuk disikapi bersama," ungkap Ferry dilansir realitarakyat.com.

Ferry mengakui bahwa secara kelembagaan, pihaknya telah memanggil Kepala Dinas berulang kali, namun tidak pernah diindahkan.

"Sebagai pimpinan DPRD Ende, saya sudah tegaskan di hadapan anggota DPRD lainnya, bahaa saya tidak akan menandatangani berkas persetujuan pembayaran atau pencairan dana," katanya.

Sebelumnya, diberitakan bahwa PT. Yetty Darmawan hingga saat ini masih mengerjakan proyek jalan simpang Maukaro-Nangaba-Boafeo-Maukaro yang bersumber dari Dana APBD 2 Kabupaten Ende tahun 2019 senilai Rp 19 milyar.

Proyek tersebut sesuai jadwal selesai pada akhir bulan Desember lalu. Namun karena belum selesai, Pemerintah Daerah melakukan adendum (perpanjangan) waktu pelaksanaan selama 40 hari kalender kerja dengan denda maksimal yang jatuh pada tanggal 12 Februari 2020 lalu.

Sayangnya, Pemerintah Daerah melalui Dinas PUPR menambah masa denda menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234 dengan masa waktu denda 40 hari kalender, sehingga total masa denda menjadi 90 hari kalender kerja.

--- Guche Montero

Komentar